. Setiap kali muncul selalu meninggalkan jejak misterius. Itulah Prananda Prabowo, anak kedua Megawati Soekarnoputri. Entah jurus politik model apa yang sedang dimainkan Nanan, begitu Prananda disapa.
Paling mutakhir, Prananda muncul melalui musik. Prananda menulis lagu Pengkhianat. Lagu Pengkhianat yang berdurasi 3,37 menit ini dimainkan group band rock, Rodinda, dan Prananda sekaligus pemain bas-nya. Rodinda sendiri merupakan singkatan dari Romantika, Dinamika dan Dialektika. Prananda Prabowo menggunakan akronim ajaran Revolusi Soekarno ke dalam grup musik yang dia bina.
Lagu Prananda pun menjadi perbincangan publik. Tafsir terhadap maksud lagu itu pun bermunculan. Banyak orang menilai lagu itu disampaikan untuk Joko Widodo, petugas partai PDI Perjuangan yang kini menjadi Presiden. Baca liriknya: Janjimu tipu muslihat/Senyummu bulus membius. Atau di bait lain: Dasar kau pengkhianat/ Pengkhianat berwajah santun.
Di luar lirik, selama ini Jokowi dikenal sebagai penggemar lagi-lagu cadas. Dan Prananda menggunakan lagu cadas, untuk menyampaikan pesannya. Apakah ini tidak bermakna apa-apa?
Dalam kajian hermeneutika, ada tiga lingkaran tafsir; teks, penulis teks (the author), dan pembaca (the reader). Biasanya, tafsir muncul ketika penulis teks tak bisa dikonfirmasi. Dan sebagai penulis teks, Prananda selalu menjadi misterius.
Sejauh ini hanya Relawan BaraJP Sihol Manulang dan vokalis Rodinda Rully Worotikan yang memastikan lagi itu bukan untuk Jokowi. Prananda sendiri tetap diam dan bungkam.
Meminjam istilah Roland Barthes, yang mendeklarasikan kematian sang penulis ketika teks sudah disampaikan pada publik, maka sang penulis teks Prananda justru seakan-akan bunuh diri. Sebagai penulis, ia mematikan dirinnya sendiri, dan membiarkan pembaca untuk menafsirkan apapun yang disampaikannya, yang kali ini teks-nya berupa musik.
Sebagai penulis dan pembuat teks, Prananda tak memberi penjelasan apapun, bersamaan dengan munculnya teks. Ia membiarkan teks ini tersebar dan membiarkan publik menafsirkannya.
Hal lain yang menarik, Prananda, yang disebut-sebut sangat memahami ajaran Bung Karno, tampil ke publik dengan menggunakan media musik. Ia tak muncul di atas podium, atau di tengah kerumunan media massa, lalu menyampaikan pesan-pesan politiknya.
Mengingat kembali sang penulis teks, nama Prananda mulai berkibar saat Kongres PDI Perjuangan di Bali 2010 lalu. Saat Kongres itu, muncul rumors di permukaan bahwa ada dua calon Ketua Umum PDI Perjuangan yang dipersiapkan. Prananda disebutkan sebagai calon ketua umum yang didukung oleh Megawati, sementara Puan Maharani adalah calon penerus yang disokong Taufiq Kiemas.
Di tengah sosok Prananda yang enggan tampil ke publik, ketika itu, Puan Maharani pun menepis isu dan rumors ini, serta menegaskan bahwa ia dan Prananda memiliki hubungan yang sangat baik.
Di internal PDI Perjuangan, sempat ada sekelompok pihak yang disebutkan mulai berdiri di belakang Prananda. Kubu ini pun secara diametral berbeda dengan kelompok lain, yang berdiri di balik ketokohan Puan Maharani.
Tahun 2013, saling dukung kepada dua sosok ini semakin hari semakin mengkristal. Tentu saja, dukungan ini dilakukan diam-diam, sebab sistem politik di PDI Perjuangan tak memungkinkan untuk perang terbuka.
Namun saat itu, berbeda dengan Puan yang sudah memiliki posisi penting di partai dan duduk di Senayan, Prananda lebih sering "menyepi" untuk terus mendalami dan menafsirkan ideologi-ideologi Bung Karno. Karena sikap Nanan seperti itu, ada juga yang putus asa: Dia tak bisa diharapkan.
Sosok pendiam itu pun dikenal menguasai bidang teknologi informasi dengan sangat baik. Jabatan Prananda saat ini adalah Ketua Situation Room PDI Perjuangan. Kata sementara elit di PDI Perjuangan, situation room ini semacam lembaga kajian strategis internal partai.
Karena tak punya jabatan apa-apa di partai, banyak yang meragukan kapasitas Prananda. Dalam bahasa pengamat, kepemimpin Prananda belum teruji karena memang belum bisa diuji.
Kini, Prananda sudah punya posisi struktural penting pasca Kongres 2015 di Bali kemarin. Dia menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Ekonomi Kreatif
Dengan jabatan penting semacam itu, sampai kapan Prananda akan menjadi misterius dan melakukan "bunuhdiri penulis?"
[ysa]