Pabrik paling baru milik PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) diyakini mampu menarik investasi dan mempercepat pengembangan industri di kawasan Indonesia Timur.
Apalagi, pabrik bernama Kaltim-5 yang memproduksi urea dan amonia ini punya keunggulan sumber daya alam yang tersedia di Kalimantan Timur.
"Lokasi pabrik ini dekat dengan penghasil gas bumi dan tentunya akan menjadi magnet bagi pengembangan industri dan investasi terutama petrokimia di Indonesia timur," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin saat mengunjungi pabrik Kaltim-5 milik PT Pupuk Kaltim di Bontang, Jumat (12/7).
Aktivitas produksi Kaltim-5 yang berlokasi di Kaltim Industrial Estate, Bontang ini telah dimulai sejak Januari 2015. Investasi yang dikucurkan sebesar USD 683,05 juta terdiri dari Rp 1,85 triliun dan USD 474,5 juta. Proyek ini diatur dalam Revitalisasi Industri Pupuk sesuai Inpres No.2 tahun 2010.
Untuk kapasitas produksi yang dicapai Kaltim-5, diyakini akan tembus 850 ribu ton amonia dan 1,15 juta ton urea per tahun. Sedangkan kebutuhan akan energi gas bumi sebanyak 80 MMSCFD.
"Targetnya, pabrik ini menjadi penghasil amonia dan urea terbesar di Asia Pasifik," ujar Menperin.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Pupuk Kaltim Aas Asikin Idat mengatakan, saat ini Kaltim-5 memasuki fase demonstration test dan performance test. Jika lancar, uji coba demonstration test akan diagendakan pada tanggal 22 - 26 Juni dan performance test 27 Juni - 11 Juli 2015.
Di luar Kaltim-5, saat ini perusahaan sudah memiliki lima pabrik unutk memenuhi kebutuhan nasional dengan kapasitas total untuk amonia 2,51 juta ton dan urea 2,98 juta ton per tahun. Maka jika Kaltim-5 telah beroperasi penuh, total kapasitas produksi urea akan meningkat menjadi 3,4 juta ton per tahun atau meningkat sekitar 15 persen. Dari kapasitas produksi urea tersebut, Pupuk Kaltim akan memberikan sumbangan untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam negeri sekitar 40 persen dari kapasitas produksi pupuk urea nasional yang mencapai 8,5 juta ton.
Sedangkan pabrik-pabrik lain yang juga dimiliki oleh Pupuk Kaltim merupakan boiler batubara, pengantongan dan pergudangan. Selain itu perusahaan juga memproduksi dua jenis pupuk yaitu NPK Fuse berkapasitas 200 ton dan NPK Blending dengan kapasitas 150 ribu ton setiap tahun.
"Kami juga akan membangun pabrik NPK Cluster bekerjasama dengan Jordan Phospate Mines Co," kata Aas sembari menyebut kapasitas produksinya yang mencapai 2 x 500 ribu ton per tahun.
Pupuk Kaltim Timur (PKT) merupakan anak perusahaan pelat merah PT Pupuk Indonesia (Persero) dan memproduksi urea, amonia, pupuk NPK dan organik. Selain menyasar pasar pertanian sektor pangan (pupuk bersubsidi), juga sektor perkebunan industri dan ekspor.
Dalam kesempatan tersebut, Menperin Saleh Husin juga menyoroti soal jaminan energi, harga dan suplai gas bumi untuk mendukung industri petrokimia dan turunannya.
"Tentunya menjadi tugas kita bersama terhadap kelancaran proses investasi dan produksi di kawasan ini, khususnya perhatian yang lebih besar lebih besar dari para pemangku kepentingan terhadap pasokan gas alam dengan harga yang wajar," ujar Menperin.
Saleh Husin mengaku, pihaknya intens membicarakan hal ini dengan instansi dan kementerian lain. Menurutnya, harga gas yang wajar memiliki manfaat lebih luas pada pengembangan industri nasional. Keberadaan Kaltim Industrial Estate dinilai Menperin sebagai salah satu klaster industri petrokimia unggulan di Indonesia yang berbasis gas bumi (Methane Gas).
"Kawasan industri ini bersama industri yang ada di dalamnya, merupakan bagian penting dalam pengembangan industri berbasis gas bumi di Indonesia," ujarnya.
Selain Pupuk Kaltim, perusahaan petrokimia yang berlokasi sama adalah PT Kaltim Methanol Industri (KMI). Menperin yakin, keberadaan pabrik pupuk dan methanol nantinya akan diikuti pabrik-pabrik lain seperti melamine dan ammonium nitrat.
"Kita optimis, kawasan industri ini mampu sejajar dengan kawasan industri petrokimia yang ada di Pulau Jawa," tegas Saleh Husin.
[did]