Berita

ilustrasi

Hidup Sudah Terlalu Sulit, Rakyat Tak Bisa Lagi Penuhi Ajakan Presiden

SENIN, 08 JUNI 2015 | 02:20 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Memasuki bulan kedelapan era pemerintahannya, Presiden Joko Widodo dan Kabinet Kerja yang ia pimpin menghadapi perjudian yang cukup berbahaya. Misalnya,  naiknya harga kebutuhan pokok benar-benar menjadi ujian bagi daya tahan rakyat.

"Karena kenaikan itu disebabkan politik ekonomi Jokowi menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM)," jelas Sekretaris Fraksi PG DPR, Bambang Soesatyo (Minggu, 7/6).

Perjudian lain yang dihadapi Jokowi terkait dengan kompetensi dan kapabilitas pemerintahannya. Penghapusan subsidi BBM menyebabkan anjloknya daya beli rakyat. Konsekuensinya, konsumsi dalam negeri merosot.

"Kinerja sektor swasta pun melemah. Pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai terjadi dimana-mana, ungkapnya.

Sementara pada saat bersamaan, kinerja pemerintah terbilang buruk. Hingga pekan pertama Juni 2015, penyerapan anggaran diperkirakan baru 18 persen. "Kalau penyerapan anggaran hingga akhir tahun jauh dari persentase ideal, Presiden Jokowi dan Kabinet Kerja akan dinilai tidak kompeten dan tidak kapabel," ungkap pengurus Kadin ini.
 
Ditambah lagi dengan faktor melemahnya rupiah terhadap dolar AS.

Dia menjelaskan, buruknya kinerja swasta dan pemerintah itu dilihat sebagai benih krisis ekonomi. "Benih krisis itu mulai dirasakan langsung oleh hampir semua elemen rakyat; ibu rumah tangga, pengusaha kecil maupun para manajer serta para bos besar dari perusahaan-perusahaan terkemuka," tukas Bamsoet, demikian ia sering disapa.
 
Karena itu, sambungnya, kemungkinan tak bisa memenuhi ajakan Presiden untuk melalui masa-masa ini sulit karena perubahan besar yang dicanangkannya. Sebab, Presiden Jokowi pernah menegaskan bahwa setiap perubahan besar memang menyakitkan, bahkan seperti menelan pil pahit. 

"Namun, dengan harga kebutuhan pokok yang semakin mahal, beban rakyat jelas menjadi sangat berat. Rakyat mungkin tidak mampu lagi untuk memenuhi ajakan Presiden melalui masa-masa sulit sekarang ini.  Maka, patut bagi Presiden untuk waspada manakala daya tahan rakyat tak mampu lagi memberi toleransi," katanya mengingatkan.
 
Dalam amatannya, semua terus berharap keadaan bisa bertambah baik dari hari ke hari. "Namun, hari-hari ini, keprihatinan dan kecemasan tak bisa lagi ditutup-tutupi. Sebab, politik ekonomi Presiden Jokowi justru menciptakan jebakan yang cenderung membahayakan eksistensi pemerintahannya," tandasnya. [zul]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Lolos OTT, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Gugat Praperadilan Lawan KPK

Jumat, 11 Oktober 2024 | 17:23

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

CEO Coinbase Umumkan Pernikahan, Netizen Seret Nama Raline Shah yang Pernah jadi Istrinya

Kamis, 10 Oktober 2024 | 09:37

UPDATE

Puan: PDIP Solid Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:50

DPD Wanti-wanti Penanganan Krisis Pangan

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:44

IFW Minta Pemerintah Waspadai Trik Menyulap Gandum Pangan Jadi Bahan Pakan

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:39

Usut Korupsi di ASDP, KPK Panggil 2 Penilai KJPP

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:37

Harga CPO Naik 1 Persen Usai Anjlok Dua Hari Beruntun

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:37

Calon Kepala BIN Herindra Komitmen Jaga Keutuhan NKRI

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:33

Penasihat Presiden UEA Digadang Jadi Pemimpin Gaza Usai Perang

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:32

Gandeng Industri, Kemenperin Optimis IMC Berperan Tekan Impor Mesin Produksi

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:30

Jokowi: Ketahanan Pangan, Fondasi Kesejahteraan Bangsa

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:19

PM Italia Nekat Kunjungi Lebanon usai Serangan di UNIFIL

Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:17

Selengkapnya