Berita

Bisnis

Hati-hati dengan Lembaga Rating Asing!

RABU, 03 JUNI 2015 | 16:46 WIB | LAPORAN:

Perekonomian Indonesia dapat diibaratkan sebagai mobil. Jika mobilnya bagus maka kecepatan optium dapat tercapai asalkan jalannya bagus.

Turbulensi perekonomian dunia dapat dianalogikan dengan buruknya jalan, misalnya jalannya berlumpur. Dalam konteks perekonomian maka perencana perekonomian Indonesia harus menyiapkan perekonomian Indonesia yang bisa bergerak di jalan yang 'berlumpur'.

"Masalahnya, dengan kondisi 'mobil' yang ada sekarang apakah kita bisa berjalan melewati lumpur?," tanya Presiden Direktur Center for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/6).
 

 
Kekhawatirannya ini beralasan mengingat pertumbuhan ekonomi nasional terus memperlihatkan tren yang terus menurun. Sementara, lembaga rating Standard and Poor memberikan signal kondisi perekonomian Indonesia secara relatif baik. Masalahnya, lanjut Achmad, pada krisis ekonomi tahun 1998 yang lalu, semua lembaga rating asing kompak mengatakan perekonomian Indonesia juga bagus. Terbukti penilaian mereka menyesatkan ketika turbulensi perekonomian menghadang.

"Bisa jadi penilaian Standard and Poor ini merupakan perangkap agar Indonesia terus berleha-leha sekalipun pertumbuhan ekonomi terus turun sehingga krisis besar akhirnya menghantam perekonomian Indonesia," tengarainya.

Penilaian Standar & Poor juga terbukti keliru ketika menurunkan kredit rating Amerika Serikat. Justru yang terjadi sebaliknya, di bawah Presiden Barack Obama yang sosialis, perekonomian Amerika Serikat tumbuh secara optimal. Tinggal menunggu waktu bagi bank sentral Amerika Serikat untuk menaikkan tingkat suku bunganya. Dengan realita ini, Achmad memperingatkan untuk waspada terhadap buaian rating-rating lembaga asing seperti Standard & Poor.

"Jika Indonesia termakan oleh buaian Standard & Poor dimana Indonesia akan berupaya menaikkan hutang baik dalam negeri maupun luar negerinya. Akhirnya, biaya bunga hutang Indonesia akan meningkat pesat yang membuat kapasitas pemerintah Indonesia untuk membayar investasi infrastruktur dan kesehatan menurun," urai Achmad.

"Jadi waspadalah," imbuhnya.[wid] 

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Perbankan Nasional Didorong Lebih Sehat dan Tangguh di 2026

Senin, 22 Desember 2025 | 08:06

Paus Leo XIV Panggil Kardinal di Seluruh Dunia ke Vatikan

Senin, 22 Desember 2025 | 08:00

Implementasi KHL dalam Perspektif Konstitusi: Sinergi Pekerja, Pengusaha, dan Negara

Senin, 22 Desember 2025 | 07:45

FLPP Pecah Rekor, Ribuan MBR Miliki Rumah

Senin, 22 Desember 2025 | 07:24

Jaksa Yadyn Soal Tarik Jaksa dari KPK: Fitnah!

Senin, 22 Desember 2025 | 07:15

Sanad Tarekat PUI

Senin, 22 Desember 2025 | 07:10

Kemenkop–DJP Bangun Ekosistem Data untuk Percepatan Digitalisasi Koperasi

Senin, 22 Desember 2025 | 07:00

FDII 2025 Angkat Kisah Rempah Kenang Kejayaan Nusantara

Senin, 22 Desember 2025 | 06:56

Polemik Homebase Dosen di Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:30

KKP Bidik 35 Titik Pesisir Indonesia Buat KNMP Tahap Dua

Senin, 22 Desember 2025 | 05:59

Selengkapnya