Harga daging sapi diproyeksi bakal mengalami kenaikan dalam waktu dekat ini. Hal itu disebabkan akibat biaya impor naik akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Juga dipicu melonjaknya permintaan untuk kebutuhan bulan Ramadhan.
Ketua Asosiasi Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring mengatakan, naik atau tidaknya harga daging sapi menjelang puasa dan Lebaran sangat tergantung harga daging internasional dan nilai tukar kurs.
"Kalau melihat kondisi saat ini, harga daging impor bisa mengalami kenaikan hingga 30 persen," kata Thomas saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.
Thomas menjelaskan, untuk bisa mengetahui dengan pasti berapa besaran kenaikan, bisa diproyeksi dengan menghitung nilai pelemahan kurs, bea masuk, dan pajak.
Dia menolak bila kenaikan harga tersebut membuat pihaknya bakal meraup untung besar. Justru sebaliknya, keuntungan importir bisa tergerus. Sebab untuk menentukan harga jual, pihaknya memperhitungkan daya beli masyarakat. Importir lebih memilih memangkas margin keuntungannya demi menjaga daya beli. Hal ini untuk memastikan bisnis tetap berjalan normal.
Thomas menegaskan, peran pihaknya tidak terlalu signifikan dalam mempengaruhi harga daging di pasaran. Sebab mayoritas para pengusaha tergabung di Aspidi lebih banyak importir untuk memenuhi kebutuhan restauran, catering, dan hotel.
Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya Sarman Simanjorang menilai, kenaikan harga daging sulit dibendung apabila pemerintah tidak melakukan langkah untuk menjaga stabilitas harga. Pasalnya, setiap menjelang puasa dan Lebaran, selalu ada pihak yang berusaha meraup keuntungan besar dengan memanfaatkan tingginya permintaan. Apalagi, sudah 3 tahun harga daging tidak mengalami kenaikan.
"Sekarang harga masih normal, sekitar 90 sampai 95 ribu per kilo gram (kg). Saya perkirakan bisa naik 10 sampai 15 persen, menjadi sekitar Rp 105 sampai 110 ribu per kg" ujar Sarman.
Sarman mengatakan, kenaikan harga daging wajar terjadi bila terjadi lonjakan permintaan. Tetapi, kenaikan di bawah 10 persen. Menurutnya, bila kenaikan diatas 10 persen, sudah tidak wajar dan akan membebani masyarakat.
Dia meminta, pemerintah menyiapkan operasi pasar khusus daging. Jangan sampai kasus melonjaknya harga daging mencapai 100 persen seperti yang terjadi tiga tahun lalu terjadi kembali. "Puasa ini momentum pertama kebinet kerja menunjukkan kinerjanya," imbuhnya.
Untuk keperluan operasi pasar, lanjut Sarman, pemerintah harus melakukan impor. Pemerintah tidak perlu malu karena hanya ingin menunjukkan semangat swasembada sapi.
Sarman mengungkapkan, pihaknya sudah mendapatkan bocoran kalau pemerintah telah menyiapkan stok untuk menghadapi kebutuhan puasa dan Lebaran. Namun, dia menyesalkan kebijakan impor tersebut dilakukan tidak transparan dan tidak melibatkan pelaku usaha. "Impor itu diberikan kepada salah satu BUMN," cetusnya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengamini pihaknya memberikan rekomendasi izin impor khusus untuk memenuhi kebutuhan daging pada bulan puasa dan Lebaran.
"Antisipasi kenaikan harga daging sapi pada menjelang puasa dan lebaran, sudah kita antisipasi. Kita sudah siapkan 2 hingga 3 bulan lalu, sehingga daging sapi bisa dipastikan tersedia," kata Amran Senin (01/6).
Amran menjelaskan, rekomendasi tersebut berupa sapi hidup dan daging sapi beku.
Sebelumnya, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Partogi pernah menyebutkan izin impor sapi yang diberikan untuk kebutuhan puasa dan Lebaran sebanyak 250 ribu ekor sapi bangkalan, dan 29 ribu ekor sapi siap potong.
Sekadar informasi, harga daging sapi rawan bergolak. Pada bulan Ramadhan tahun 2013, harga sempat menembus Rp 120 ribu per kg. Harga tersebut mengalami kenaikan 100 persen dari rata-rata berkisar Rp 50 sampai 60 ribu per kg. Harga daging tersebut pada saat tercatat paling mahal di dunia. ***