. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu memperbaiki kinerja ke depan. Paling krusial menyangkut prosedur penetapan status hukum seseorang, semisal tersangka.
"Memang ada yang perlu dibenahi terutama soal SOP. Karena ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) soal praperadilan, itu perlu dievaluasi dulu," kata anggota Tim Evaluasi Independen Penyelesaian Konflik KPK-Polri (Tim 9), Tumpak Hatorangan Panggabean saat dihubungi, Rabu (20/5).
Hal itu disampaikan Tumpak terkait rencana pemerintah mencari calon pimpinan KPK melalui pembentukan panitia seleksi. Menyusul masa jabatan pimpinan jilid III saat ini yang segera berakhir Desember 2015.
Dia menjelaskan, putusan MK yang memuat penetapan tersangka masuk dalam objek praperadilan berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK. Di mana, pada pasal 44 mengatakan penemuan dua alat bukti cukup bukan pada tingkat penyidikan tapi di penyelidikan, sedangkan bukti permulaan yang cukup menurut MK adalah sebagaimana dimaksud dengan alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP.
Jadi, dalam menetapkan status tersangka, penegak hukum bukan hanya KPK, juga Polri dan kejaksaan benar-benar telah memiliki dua alat bukti yang sah.
"Kalau di tingkat penyelidikan tentunya kita belum memiliki dua alat bukti yang sah. Kalau bicara yang sah itu harus diperoleh berdasar projusticia. Kita lakukan projusticia kalau sudah lakukan penyidikan," beber Tumpak yang pernah menjadi Ketua KPK ini.
Menurutnya, putusan MK tersebut telah membuat kemunduran bagi KPK. Mengingat, selama ini KPK menemukan bukti permulaan melalui tingkat penyelidikan atau sebelum projusticia.
"Jadi mundur. Bagaimana nanti, nanti dirumuskan. Saya juga sudah dipanggil di KPK untuk memikirkan masalah ini," jelas Tumpak yang pernah menjadi pimpinan KPK jilid I.
[sam]