Tentara Nasional Indonesia (TNI) diingatkan dalam melaksanakan rekrutmen prajurit harus benar-benar selektif dan harus bertumpu pada kesehatan klinis/fisik, kecerdasan dan kejiwaan (psikologis).
Demikian ditegaskan anggota Komisi I DPR Irine Yusiana Roba kepada wartawan, Kamis (14/5) menyikapi pernyataan Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Fuad Basya yang mengatakan kalau tes keperawanan adalah bagian dari tes kesehatan yang harus dijalani perempuan calon prajurit.
Fuad juga menegaskan kalau tes tersebut dibutuhkan untuk mendeteksi kesehatan mental seorang perempuan sebelum menjadi tentara.
"Rekrutmen prajurit TNI harus tertumpu pada kesehatan fisik dan kecerdasan kejiwaan. Keduanya sangat penting ‎ diperhatikan dalam seleksi calon prajurit yang diproyeksian sesuai, mampu menunjang tugas-tugas kemiliteran," tegas Irine.
Lantas bagaimana dengan tes keperawanan perempuan calon prajurit TNI? Politisi perempuan PDI Perjuangan ini menegaskan bahwa soal perawan atau tidak perawan, tidak ada kaitannya sama sekali dengan proyeksi kemampuan fisik, intelegensia, psikologis seseorang dalam memikul tugas kemiliteran.
Dengan dasar itu, Irine menilai syarat keperawanan tersebut terlalu mengada-ada dan tidak diperlukan. Justru kata dia lagi, instrumen seleksi dengan mempertimbangkan susunan saraf otak calon prajurit jauh lebih penting dari pada syarat keperawanan.
"Itu lebih objektif dalam mempertimbangkan calon prajurit TNI karena terkait watak dasar yang diperlukan. kewaspadaan, ketelitian, kecepatan, kesetiaan yang merupakan syarat utama dalam mengaktualisasi sapta marga, sumpah prajurit," tegasnya.
Dia menambahkan, dari delapan kewajiban TNI itu ada poin wajib menghormati perempuanm, Nah, justru tes keperawanan tidak menghormati perempuan.
"Justru membuat trauma bagi calon prajurit selain diskriminatif juga tidak manusiawi," kata Irine.
[wid]