PT Pertamina (Persero) menggandeng tiga bank BUMN untuk kerja sama lindung nilai (hedging) transaksi valuta asing (valas). Langkah ini untuk meminimalisir kerugian perseroan akibat gonjang-ganjing valas.
Ketiga bank BUMN, yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia.Pertamina mendapat fasilitas sebesar 2,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau sekitar Rp 32,5 triliun.
Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto mengatakan, hedging sangat penting untuk mencegah terjadinya missmatch arus kas di perseroan. Pasalnya, Pertamina memiliki kewajiban utang luar negeri dan operasional dalam valuta asing, namun pendapatan yang diÂterima dalam mata uang rupiah.
"Hedging menjadi salah satu opsi untuk meminimalisir missÂmatch. Sekarang sudah diperÂbolehkan, aturannya sudah ada sehingga bisa dilaksanakan," ujar Dwi saat perjanjian kerja sama Pertamina dengan tiga bank BUMN, kemarin.
Dwi menyebutkan, dengan tren menurunnya minyak menÂtah dunia dan terbatasnya kaÂpasitas kilang, perseroan harus terus melakukan impor. Dengan tingginya impor, Pertamina membutuhkan valas terutama dolar AS yang nilainya besar.
"Sepanjang 2014, impor minyak metah sebesar 31 miliar dolar AS atau Rp 403 triliun, dan produk 25 miliar dolar AS, atau Rp 325 triliun. Valas juga digunaÂkan untuk pembiayaan operasional dan pendanaan capex karena sebagian besar suku cadang dan peralatan dibeli dari luar. Namun hampir 90 persen penerimaan dalam rupiah," ucapnya.
Selain itu, kata Dwi, kebuÂtuhan pendanaan dolar juga dipenuhi perusahaan melalui pinjaman korporasi dan pinjaÂman internasional. Untuk itu, perseroan menilai fasilitas lindung nilai sangat diperlukan.
"Pertamina butuh dollar Amerika Serikat untuk capex. KebuÂtuhan pendanaan juga dipenuhi melalui pinjaman dalam valas. Dengan demikian, eksposure Pertamina terhadap dollar AS sangat besar. Karena itu, diperÂlukan mitigasi di mana salah satunya melalui mekanisme lindung nilai," ujar Dwi.
Dalam proses hedging, Bank Mandiri memberikan fasilitas sebesar 1 miliar dolar AS, atau Rp 13 triliun, BNI dan BRI masing-masing sebesar 750 juta dolar atau Rp 9,75 triliun.
Kerja sama pemberian fasilitas hedging ke Pertamina merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2013 tentang KebiÂjakan Umum Transaksi LIndung Nilai Badan Usaha Milik Negara, serta Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/21/PBI/2014 dan SEBI 16/24/DKEM tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank.
Sementara Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Royke Tumilaar menambahkan, kerja sama ini dalam rangka menduÂkung kinerja Pertamina.
"Fasilitas hedging ini untuk memperkuat perusahaan-perusaÂhaan BUMN menghadapi tekanan volatilitas rupiah, dan secara naÂsional dapat memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah," ujar Royke.
Begitu juga dikatakan DirekÂtur Keuangan Bank BNI Rico Budidarmo.Menurutnya, pemÂberian fasilitas transaksi hedging kepada Pertamina sebagai sarana untuk menghindari risiko selisih nilai tukar.
Pertamina dapat melakukan variasi transaksi bagi pemenuÂhan kebutuhan valasnya, baik melalui transaksi FX Forward atau FX Swap sehingga risiko yang timbul maupun yang diperÂkirakan dapat diantisipasi.
"Korporasi perlu melakukan antisipasi dengan melakukan transaksi lindung nilai guna memitigasi risiko terhadap volaÂtilitas nilai tukar. Pergerakan nilai tukar rupiah diproyeksikan masih akan terus berfluktuasi sebagai akibat membaiknya kondisi ekonomi Amerika Serikat, dan adanya rencana
the Fed melakukan normalisasi kebijakan moneter, dengan menaikkan suku bunga acuan (
Fed Fund Rate) di 2015," tuntasnya. ***