Gede Sandra
Gede Sandra
PERTUMBUHAN ekonomi pada era SBY banyak dibantu oleh boom harga komoditi di pasar dunia. Seiring jatuhnya harga komoditi andalan ekspor Indonesia, maka terlihat bahwa fundamental ekonomi pada era kepemimpinan pensiunan jenderal yang tidak pernah mengaku diri neoliberal ini sebenarnya rapuh belaka. Setidaknya ini terlihat dari empat lapis defisit (defisit neraca pembayaran, defisit transaksi berjalan, defisit perdagangan, dan defisit anggaran belanja) yang membungkus makro ekonomi peninggalan SBY. Jadi jika nilai tukar rupiah tembus hingga Rp 13 ribu di era Jokowi, SBY wajib menanggung beban kesalahan urus ini karena situasi perekonomian "lampu kuning" sudah terjadi semenjak 2013.
Sementara sangat terlihat jelas bahwa tim ekonomi neoliberal SBY: Boediono, Sri Mulyani, Chatib Basri, Darmin Nasution, Agus Martowardoyo, dan Bambang Brodjonegoro; sibuk meliberalisasi perekonomian bangsa sejadi-jadinya. Contohnya adalah tentang keterbukaan yang "kebablasan" terhadap modal asing melalui UU Penanaman Modal tahun 2007. Pencabutan subsidi energi, yang berhubungan dengan daya beli masyarakat miskin, juga mayoritas dilakukan di era SBY. Pemerintahan Jokowi kemudian terkena getahnya saat ternyata harga BBM sudah mendekati harga pasar atau keekonomiannya. Jadi sedikit saja terjadi kenaikan akan dapat dipandang melanggar putusan Mahkamah Konstitusi. Berbagai privatisasi BUMN juga dilakukan di era SBY. Sebanyak 20-an UU yang ditengarai hasil pendiktean lembaga neoliberal (menurut peneliti UI) juga tak tersentuh untuk direvisi atau dibatalkan di era SBY.
Kalaupun ada hal baik yang ditinggalkan SBY, "barang" itu adalah BPJS yang disahkan di tahun terakhir pemerintahannya. Meskipun saya yakin 10 ribu persen bahwa SBY sebenarnya terpaksa mengesahkannya karena desakan kuat di jalanan dari massa buruh. Buktinya menteri keuangan saat itu, Agus Martowardoyo kerap menolak menyumbangkan anggaran negara untuk modal awal BPJS. Pelit sekali pemerintahan SBY, hanya menyumbang dana Rp 5 triliun untuk modal BPJS.Dilunaskannya utang kepada IMF bukan berarti SBY keluar dari rel yang digariskan neoliberalisme. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi sepanjang pemerintahannya terbukti hanya menguntungkan segelintir orang, ketimpangan meluas. Setidaknya ini terlihat dari indeks Gini yang anjlok dari sebesar 0,32 di 2004, menjadi 0,42 di 2014.
Populer
Senin, 01 Desember 2025 | 02:29
Minggu, 30 November 2025 | 02:12
Jumat, 28 November 2025 | 00:32
Kamis, 27 November 2025 | 05:59
Jumat, 28 November 2025 | 02:08
Jumat, 28 November 2025 | 04:14
Kamis, 27 November 2025 | 03:45
UPDATE
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13
Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08
Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57
Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48
Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39