PT Krakatau Steel Tbk mengalami kerugian bersih sebesar 42,28 juta dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp 552 miliar. Kerugian dipicu oleh depresi nilai rupiah dan turunnya harga baja dunia.
Dari hasil laporan keuangan perseroan kuartal-I 2015, peÂrusahaan baja pelat merah itu mencatat rugi bersih sebesar 42,28 juta dolar Amerika Serikat (AS). Angka ini sedikit menurun dibandingkan periode sebelumÂnya sebesar 46,27 juta dolar AS, atau setara Rp 604 miliar. Namun perseroan optimistis target produksi bisa tercapai tahun ini.
"Meski perusahaan diterpa kondisi kurang baik sejak tahun lalu, perseroan tetap optimis target produksi pada tahun ini bisa meningkat," kata Direktur Utama Krakatau Stell Sukandar di Jakarta, kemarin.
Ia menuturkan, jika target produksi baja perusahaan milik negara pada tahun ini meningkat sebesar 26 persen, dari 2,3 juta ton pada tahun lalu, menjadi 2,9 juta ton di 2015.
Ia mengatakan, target yang inÂgin dicapai Krakatau Steel tidak muluk-muluk di kondisi perseÂroan yang tengah terpuruk. PasalÂnya, saat ini pemerintah tengah menggenjot pembangunan inÂfrastruktur secara besar-besaran, sehingga permintaan baja dari pemerintah akan meningkat.
"Pembangunan infrastruktur butuh steel dan semen. Mudah-mudahan itu akan membawa perbaikan bagi industri ke deÂpan," ujar Sukandar.
Ia mengakui, selama ini perÂmintaan baja terus menurun tiap tahunnya. Bahkan, penurunan tersebut cukup drastis, yakni mencapai angka 30-40 persen per tahunnya.
"Mudah-mudahan kondisi buruk ini temporer sehingga tahun ini kinerja perseroan bisa makin membaik," harap Sukandar.
Sementara Komisaris KrakaÂtau Steel Roy E Maningkas meÂminta pemerintah mendukung industri baja dalam negeri denÂgan melakukan pengawasan lebÂih intens terhadap Tingkat KandÂungan Dalam Negeri (TKDN) dalam proyek pengadaan pipa baja di industri dalam negeri. Yang terjadi saat ini, industri baja luar negeri mendominasi penjualan di dalam negeri.
"Penyebabnya adalah kurang berpihaknya perusahaan-peÂrusahaan pemilik proyek keÂpada industri baja dalam negeri." Karenanya, pemerintah perlu melakukan pemeriksaan yang mendalam terhadap TKDN dari para penyedia barang dan jasa dalam negeri.
Seperti diketahui, berdasarkan laporan keuangan Krakatau Steel yang disampaikan Bursa efek Indonesia, pendapatan bersih perseroan mengalami penurunan menjadi 352,02 juta dolar AS, atau Rp 4,5 triliun pada kuartal I 2015 dibandingkan periode sebelumnya sebesar 459,49 juta dolar AS, atau mencapai Rp 6 triliun.
Untungnya, beban pengeluarÂan perseroan ikut turun menjadi 349,35 juta dolar AS, atau Rp 4,5 triliun pada kuartal I 2015, dari sebelumnya 448,93 juta dolar AS setara Rp 5,8 triliun.
Sedangkan kerugian tercatat sebesar 42,28 juta dolar Amerika Serikat (AS), atau Rp 552 miliar pada kuartal I 2015. Angka ini sedikit menurun dibandingkan rugi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46,27 juta dolar AS yakni Rp 604 miliar.
Sementara rugi operasional justru kembali naik tajam menÂjadi 29,92 juta dolar AS, atau Rp 390 miliar pada kuartal I 2015 dari rugi operasional tahun sebeÂlumnya yang sebesar 9,19 juta dolar AS atau Rp 120 miliar.
Namun, perseroan tertolong laba selisih kurs senilai 26,27 juta dolar AS, atau Rp 343 milÂiar dari sebelumnya rugi 14,35 juta dolar AS setara Rp 187 miliar. Hal tersebut, membuat rugi sebelum pajak turun jadi 43,72 juta dolar AS atau Rp 571 miliar dari rugi sebelum pajak tahun sebelumnya yang sebesar 54,11 juta dolar AS yakni Rp 706 miliar. ***