Gurubesar Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) Farouk Muhammad mengingatkan bahwa penyidik memiliki kewenangan yang besar untuk merampas kemerdekaan seseorang dalam penegakan hukum. Namun karena sifat hukum yang tidak rinci dan selalu dinamis, subyektivitas penyidik sangat berperan dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk dalam penetapaan tersangka.
Karena itu, kontrol atas penggunaan kewenangan mereka harus diperketat, baik melalui hukum, etika profesi maupun moral penyidik. Apabila keputusan penyidik dibenarkan baik oleh penuntut umum maupun hakim, maka kinerjanya harus mendapat 'reward'. Tetapi, bila yang terjadi sebaliknya, secara administratif negara bertanggung jawab melakukan rehabilitasi dan atau ganti rugi. Selain itu penyidik secara pribadi harus siap mempertanggungjawabkan setiap keputusannya.
Keperluan ini menjadi sangat urgen terkait penanganan perkara-perkara menonjol yang mengundang perdebatan publik. Jika ternyata tindakan tersebut menunjukan pemaksaan kehendak penyidik yang dapat dipandang bermotif iri hati pribadi, keberpihakan bahkan motif politis maka sepantasnyalah yang bersangkuitan harus dikenai "punishment." Sehingga kewenangan penyidik bukan 'cek kosong' yang bisa digunakan semena-mena.
"Dengan memperhatikan tindakan-tindakan kepolisian atas berbagai kasus menonjol terkait KPK-Polri, betapa profesionalpun tindakan polisi, akan sukar dihindari penilaian publik bahwa penangkapan atas Novel Baswedan lebih bermuatan ‘politik," urai Farouk yang juga wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ini dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Senin (4/5).
Novel Baswedan ditangkap pada Jumat (1/5) dini hari, untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan pada tahun 2004. Novel sempat ditahan di Mako Brimob sebelum diterbangkan ke Bengkulu.
Farouk menegaskan bahwa kasus Novel harus diputuskan sesuai ketentuan hukum, apakah dapat diteruskan atau dihentikan penyidikan/penuntutan, deponeering atau dapat juga ditunda prosesnya jika tidak mendesak dan ada kepentingan negara yang harus lebih diutamakan.
Namun karena penanganan kasus tersebut telah mengundang perdebatan publik, maka untuk menjamin obyektivitasnya, penilaian atas pengambilan keputusan tersebut perlu dilakukan suatu tim pencari fakta yang independen.
"Karena itu pimpinan DPD RI mendesak presiden untuk tidak melakukan intervensi, tetapi melakukan pengawasan manajerial guna memastikan bahwa penggunaan wewenang para pembantunya dapat dipertanggungjawabkan dengan membentuk Tim Pencari Fakta yang bebas dari muatan politis," tegas Guru Besar Sistem Peradilan Pidana yang pernah diundang untuk memberi Kuliah Umum dihadapan segenap Kepala Kepolisian Distrik di Jepang (2006) tersebut.
Perkembangan terkini, kepolisian menangguhkan penahanan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. Hal itu disampaikan dalam jumpa pers antara pimpinan KPK dan Polri di Mabes Polri, Jakarta, kemarin (Sabtu, 2/5). Ikut hadir dalam jumpa pers tersebut pimpinan KPK, yakni Johan Budi dan Indrianto Seno Aji. Adapun Polri diwakili Kepala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti.
[wid]