Berita

Pemerintah dan PSSI: Belajar Dari Derek Redmond

JUMAT, 17 APRIL 2015 | 15:55 WIB | OLEH: FRITZ E. SIMANDJUNTAK

"JIKA kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu membahu mewujudkannya" (Soekarno)

Babak semi final lomba lari 400 meter Olympiade Barcelona 1992 menjadi sebuah peristiwa olahraga yang sangat imspiratif. Saat itu pelari Amerika Serikat Derek Redmond menjadi salah satu pemenang. Saat berlari baru sekitar 150 meter, Derek terjatuh karena otot kakinya cedera parah. Segera tim medis menghampiri Derek untuk membantunya ke pinggir lapangan.

Tetapi Derek menolak dan dengan terpincang-pincang karena kesakitan dia terus berlari t untuk menyelesaikan pertandingan hingga garis finish. Ayahnya, Jim Redmond yang juga mantan atlet, segera berlari menghampiri Derek dan memintanya untuk segera berhenti agar cederanya tidak menjadi lebih parah.

Tetapi dengan tegas Derek menolak permintaan ayahnya dan menyatakan akan terus berlari untuk menyelesaikan kompetisi ini. Yang mengesankan adalah sang ayah lalu memapah Derek dan menjelang garis finish melepaskannya berlari sendiri. Sekitar 65 ribu penonton berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah atas sikap kepahlawanan Derek dan ayahnya.

Peristiwa yang sangat inspiratif dan heroik ini kemudian digunakan oleh IOC dan Visa sebagai iklan layanan masyarakat yang ditayangkan ke seluruh dunia. Diiringi lagu "You Raise Me Up" oleh Josh Groban, momen mengharujan tapi indah tersebut dilihat sebagai peristiwa perayaan nilai kemanusiaan (celebrate humanity) dari olahraga. Dan kita dapat melihat filmnnya di youtube https://youtu.be/pOM_vQufXIU.  

Apa yang dilakukan oleh Derek dan Jim Redmond membuktikan pernyataan Soekarno di atas bahwa dengan keinginan yang kuat, maka bahu membahu kita akan mampu menyelesaikannya. Soekarno pernah membuktikannya saat memproklamirkan kemerdekaan, penyelenggaraan KAA pertama tahun 1955 dan penyelenggaraan Asian Games 1962 di Jakarta. Padahal dua tahun sebelumnya, Indonesia belum memiliki stadion utama dan kompleks olahraga. Dalam waktu sangat singkat Soekarno mewujudkan stadion utama termegah di dunia saat itu dengan kapasitas penonton bisa menampung 100 ribu orang.

Sayangnya semangat bahu membahu semakin jauh di olahraga. Yang lebih menonjol  di olahraga belakangan ini adalah semangat adu kekuasaan, adu wewenang, adu kekuatan uang, bahkan di beberapa peristiwa adu jotos.

Lihat saja perseteruan KOI dan KONI, baik saat perebutan logo lima ring atau penentuan cabang olahraga yang akan dikirim ke SEA Games 2015. Secara tiba-tiba KOI mengusulkan cabang Hoki dan Petanquei ikut serta meskipun tanpa mengikuti pemusatan latihan nasional.

Ada lagi kasus kepengurusan ganda di cabang olahraga tenis meja, sepeda maupun berkuda. Yang paling menarik adalah kasus tenis meja, di mana Oegroseno dan Marzuki Ali sama sama menganggap dirinya sebagai Ketua Umum resmi PTMSI.  Kenapa ini menarik? Karena Oegroseno, yang mantan Wakapolri, diminta membantu Menpora dalam Tim 9 untuk menyelesaikan beberapa permasalahan di PSSI.  Lha kalau soal PTMSI yang kompleksitas organisasinya jauh di bawah PSSI belum terselesaikan, kenapa Oegroseno malah sibuk urus PSSI.

Ada pula sikap pemerintah dan BOPI yang terus menerus bersikap keras terhadap PSSI dan Liga Indonesia. Klub Persebaya dan Arema Cronus diputuskan untuk tidak boleh mengikuti kompetisi ISL. Dengan gagah berani pemerintah mengirimkan surat kepada FIFA. Akibatnya FIFA memberikan teguran cukup keras agar pemerintah tidak intervensi kompetisi ISL. Karena bisa saja Indonesia mendapat sangsi tidak boleh ikut turnamen internasional. Tidak bisa dibayangkan kalau sepakbola Indonesia tidak boleh ikut SEA Games 2015, Babak Penyisihan Piala Dunia, dan Asian Games 2018 di mana kita menjadi tuan rumah.

Negara-negara seperti Yunani, Kenya, Kuwait, Madagaskar, Ethiopia, Peru, Brunei Darussalam, Irak dan Nigeria pernah mendapat hukuman larangan mengikuti turnamen internasional.  Alasan yang menjadi pertimbangan FIFA bermacam-macam,  Ada karena politisasi sepak bola, intervensi pemerintah dalam pemilihan ketua umum atau tata kelola organisasi sepak bola. Setelah sanksi diturunkan, negara-negara yang kena sanksi pun melakukan penyesuaian sesuai dengan Statuta FIFA.

Untuk memahami luar dalam sepakbola sebenarnya Menpora dan BOPI tidak perlu repot-repot. Ada Jusuf Kalla, yang sekarang sebagai Wakil Presiden RI. JK adalah pelaku utama dalam manajemen sepak bola, mulai dari tingkat perkumpulan saat klub masih amatir sampai menjadi profesional. JK menjadi penyandang dana klub Makasar Utama. Tetapi ketika JK mencium ada bau suap di sepakbola, dengan tegas JK langsung membubarkan klub Makasar Utama, meskipun klub tersebut sudah menjadi idola rakyat di Sulawesi Selatan.  

Dengan segudang pengalamannya JK pernah menyampaikan bahwa ada 5 faktor yang mempengaruhi prestasi sepak bola Indonesia. Antara lain: pemain, pelatih, pengurus, masyarakat dan industri. Semua faktor tersebut kita miliki. Segala macam model pembinaan tim nasional sudah dilakukan. Demikian juga dengan kompetisi, mulai dari Perserikatan, Galatama dan Liga Indonesia. Tetapi sampai sekarang organisasi sepak bola dan prestasinya masih jauh dari harapan kita semua. JK sendiri yang menjawabnya baru baru ini, bahwa pesepakbola Indonesia kurang "berlari sambil bersamaan juga berpikir cerdas". Ketrampilan dasar itulah yang menjadi kebutuhan utama pemain sepak bola.

Penyebab pemain sepak bola Indonesia kurang kuat dan cepat berlari adalah karena terbatasnya lapangan bermain di negara ini. Sehingga olahraga sepak bola semakin sulit diperkenalkan sejak usia dini. Selain itu juga karena umumnya pemain sepak bola Indonesia kurang memiliki tingkat intelektual yang tinggi. Ini umumnya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan masih terbatasnya ketersediaan sekolah khusus bagi para atelt. Kedua hal tersebut diakui JK sebenarnya menjadi tanggung jawab utama pemerintah.   

Kejelian JK melihat akar permasalahan serta solusi untuk sepak bola Indonesia tersebut membuat kita bertanya-tanya, mengapa pemerintah dalam hal ini Menpora dan BOPI tidak pernah berdialog dengan JK dalam melihat perkembangan sepak bola Indonesia?  Dan secara bersama sama merumuskan langkah strategis dan konstruktif untuk peningkatan prestasi sepak bola Indonesia untuk disampaikan kepada PSSI.

Kalaupun PSSI dalam mengelola kompetisi dan tim nasional masih kurang sempurna, adalah tugas pemerintah untuk membantunya. Bukan melakukan intervensi dengan menghentikan kompetisi. Karena kalau kompetisi yang dihentikan, maka sudah dipastikan pembinaan sepak bola prestasi juga tidak akan berjalan baik. Kompetisi adalah nafas proses pembinaan olahraga. Salah satu penyebab merosotnya prestasi olahraga Indonesia secara keseluruhan adalah karena ketidakmampuan induk organisasi melaksanakan kompetisi berjenjang, frekuensi yang banyak dan berkualitas timggi.

Karena itu langkah sinerji dari seluruh stakeholders sepakbola menjadi paling penting saat ini.  Pemerintah seharusnya berperan seperti seorang ayah yang dipertunjukkan oleh Jim Redmond kepada anaknya Derek Redmond dengan memapah Derek hingga menjelanh sampai di finish.

Dalam kaitan itu pulalah ada baiknya kita mengingat kembali pernyataan Soekarno sebagai Bapak Bangsa Republik Indonesia. "Jika kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu membahu mewujudkannya", demikian kata Soekarno.  

Mudah-mudahan melalui Kongres Luar Biasa di Surabaya kali ini, yang menurut rencana akan dibuka oleh Wakil Presiden JK dan dihadiri juga oleh Menpora Imam Nahrawi, akan membawa semangat dan enerji baru bagi pemerintah dan PSSI untuk melakukan rekonsiliasi tulus untuk mengedepankan cita cita bangsa Indonesia di sepak bola yaitu lolos Piala Dunia.  

Bilamanakah harapan lolos Piala Dunia itu bisa terjadi ? Biarlah kepengurusan PSSI yang baru bersama stakeholdersnya yang akan merumuskannya dengan baik beserta langkah-langkah kongkrit ke depannya. Tentu saja termasuk kontribusi dan peran masing-masing stakeholders dalam pencapaian prestasi lolos ke Piala Dunia.

Selamat berkongres !!!!


*Penulis adalah Sosiolog, dan tinggal di Jakarta

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Sukses Amankan Pilkada, DPR Kasih Nilai Sembilan Buat Kapolri

Jumat, 29 November 2024 | 17:50

Telkom Innovillage 2024 Berhasil Libatkan Ribuan Mahasiswa

Jumat, 29 November 2024 | 17:36

DPR Bakal Panggil Kapolres Semarang Imbas Kasus Penembakan

Jumat, 29 November 2024 | 17:18

Pemerintah Janji Setop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan

Jumat, 29 November 2024 | 17:06

Korsel Marah, Pesawat Tiongkok dan Rusia Melipir ke Zona Terlarang

Jumat, 29 November 2024 | 17:01

Polri Gelar Upacara Kenaikan Pangkat, Dedi Prasetyo Naik Bintang Tiga

Jumat, 29 November 2024 | 16:59

Dubes Najib Cicipi Menu Restoran Baru Garuda Indonesia Food di Madrid

Jumat, 29 November 2024 | 16:44

KPU Laksanakan Pencoblosan Susulan di 231 TPS

Jumat, 29 November 2024 | 16:28

Kemenkop Bertekad Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Jumat, 29 November 2024 | 16:16

KPK Usut Bau Amis Lelang Pengolahan Karet Kementan

Jumat, 29 November 2024 | 16:05

Selengkapnya