Pemerintah diminta untuk mengkaji kebijakan pelarangan Pemda kerja sama dengan swasta dalam mengelola blok migas. Alasannya, tidak semua BUMD punya duit.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, rencana diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM terkait dilarangnya keterlibatan swasta dalam participating interest (PI) atau hak partisipasi 10 persen pemda dalam pengelolaan migas harus dikaji kembali.
Mamit menjelaskan, di satu sisi, kebijakan pelarangan itu merupakan terobosan bagus untuk meningkatkan kemandirian Badan Usaha Milik Negara (BUMD), sehingga tidak menjadi tunggangan pemodal melalui pengelolaan participating interest.
"Pasalnya, tidak semua BUMD mempunyai modal cukup," ujarnya, hari ini (Kamis, 9/4).
Untuk diketahui, Pemda mempunyai hak participating interest dalam pengelolaan blok migas berdasarkan UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Dan pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
"Jika BUMD yang menjalankan sepenuhnya participating interest 10 persen apakah BUMD memiliki tenaga ahli yang memadai dan kompeten," kata Mamit.
Menurutnya, data dari Badan Kerjasama BUMD seluruh Indonesia (BKS BUMD SI) menyebutkan, dari 1.113 BUMD di Indonesia, hanya sekitar 40 persennya saja yang masuk kategori sehat. Mayoritas BUMD dengan nilai aset totalnya mencapai Rp 400 triliun sekarang ini dalam kondisi stagnan dan mayoritas yang sehat ada di pulau jawa.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, pihaknya sedang menyusun aturan yang akan melarang BUMD menggandeng swasta untuk memiliki 10 persen hak partisipasi blok migas. Menurutnya, larangan tersebut akan dituangkan dalam peraturan menteri yang akan terbit pekan depan.
"Kami sedang menyusun Peraturan Menteri ESDM tentang participating interest sebesar 10 persen untuk daerah," tukasnya
.[wid]