Kongres PDI Perjuangan merupakan momentum yang tepat untuk mengembalikan sinergi antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang belakangan dinilai renggang.
Demikian disampaikan pengamat politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Serang, Banten Leo Agustino.
Menurut Leo, Kongres PDI Perjuangan pun tidak hanya mengembalikan hubungan yang mesra antara Jokowi dan Megawati seperti pada masa sebelum Pilpres 2014 lalu, namun juga sebagai ajang konsolidasi antara pengurus partai dengan anggota-anggota partainya, termasuk anggota partainya yang kini jadi presiden, menteri maupun kepala daerah.
"Kader partai yang kini jadi pejabat publik akan memudar jika dikembalikan dalam konteks kepartaian. Sebab bukan tidak mungkin mereka bukanlah siapa-siapa dalam kongres tersebut," ungkap Leo, beberapa saat lalu (Selasa, 7/4).
Leo melihat pertemuan antara Jokowi dan Megawati serta kader lainnya dalam kongres nanti akan menjadi momen penting bagi PDI-P untuk merajut kebersamaan dalam membesarkan partai. Dalam kongres akan terlihat apakah Jokowi datang sebagai kepala negara/kepala pemerintahan atau sebagai kader PDI-P.
"Jika Jokowi datang sebagai kader partai, maka arah kebijakan umum partai akan menjadi arahan atau setidaknya mesti dilaksanakannya ketika ia kembali menjadi pejabat publik. Jokowi merupakan bagian dari keluarga besar PDIP yang diamanatkan ketua umumnya untuk menjalankan amanat tertentu yakni mensejahterahkan rakyat," katanya.
Karena itu, sambung Leo, akan sangat mungkin komunikasi antara Jokowi dengan Megawati menjadi momen yang sangat dinantikan oleh banyak pihak. Bukan hanya oleh internal partai, tetapi juga oleh semua partai politik yang ada di dalam pemerintahan ataupun di luar pemerintahan.
"Sebab komunikasi antara keduanya (Mega dan Jokowi) akan memberi warna terhadap lanskap politik Indonesia ke depan," tuturnya.
Leo menyebutkan, terdapat tiga kemungkinan yang bisa dicermati dari pertemuan Megawati dengan Jokowi dalam kongres nanti. Pertama, Jokowi akan akur dengan arahan ketua umumnya dan melaksanakan arahan-arahan Megawati. Kedua, menerima dengan modifikasi yang perlu disesuaikan merujuk pada dinamika politik yang Jokowi rasakan sendiri. Ketiga, apakah menolak arahan partai dengan konsekuensi hubungannya dengan Megawati menjadi semakin kurang harmonis.
"Saya kira mayoritas kader PDI-P berharap Jokowi mau menerima arahan yang diamanatkan partai. Namun semua itu sangat bergantung pada komunikasi politik Jokowi dan Megawati apakah perlu adanya komunikasi yang terbuka, saling memahami, dan mengedepankan kebaikan bersama," demikian Leo.
[wid]