Majelis Rakyat Kalimantan Timur Bersatu meminta pengelolaan ladang gas Blok Mahakam pasca-habisnya kontrak dengan Total E&P dan Inpex Corporation 2017 nanti bisa melibatkan BUMD di Kaltim. Dengan begitu, masyarakat Kaltim akan lebih merasakan manfaat atas cadangan gas terbesar Indonesia yang mereka miliki.
Ketua Mejelis Rakyat Kaltim Bersatu Abraham Ingan menyambut baik kebijakan Presiden Jokowi yang telah memutuskan mulai 1 April 2017, blok Mahakam akan dikelola oleh Pertamina. Namun, hal itu saja tidak cukup. Dalam pengelolaan nanti, dia berharap Pertamina harus melibatkan BUMD di Kaltim.
"Bisa melibatkan BUMD Kaltim atau BUMD Kutai Kertanegara. Pelibatan BUMD sebagai representasi partisipasi daerah akan memberi kebanggaan kepada masyarakat Kaltim setelah 50 tahun hanya menonton eksploitasi sumber daya alam di Blok Mahakam," ujarnya.
Abraham mempersilakan Pertamina mengusai mayoritas saham dalam pengelolaan nanti. Namun, tetap BUMD harus diberi jatah kepemilikan yang memadai, bukan sekadar participating interest (PI) sebesar 10 persen.
"Upaya para tokoh masyarakat, politik, agama, suku, pemuda, praktisi migas, dan akademisi dalam berbagai organisasi selama beberapa tahun ini adalah untuk kepentingan nasional dan daerah. Karena, jika Kaltim hanya mengharapkan dana bagi hasil migas, itu adalah bentuk pasif pemanfaatan sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat Kaltim. Keikutsertaan BUMD dalam mengelola Blok Mahakam niscaya akan memberikan dampak kesejahteraan yang makin baik bagi Provinsi Kalimantan Timur yang masih serba tertinggal dalam pembangunan," jelasnnya.
Karena itu, lanjut Abraham, Majelis Rakyat Kalimantan Timur Bersatu meminta BUMD Migas di Kaltim dapat diberi penyertaan saham minimal sebesar 40 persen. Majelis juga meminta BUMD Migas di Kaltim dilibatkan dalam masa peralihan Blok Mahakam dari 2015. "Dengan begitu, saat waktunya mengelola pada 2017 sudah memiliki kesiapan."
Blok Mahakam merupakan salah satu ladang gas terbesar di Indonesia. Produksinya rata-rata produksi sekitar 2.200 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan cadangannya mencapai 27 triliun cubic feet (TCF). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50 persen cadangan telah dieskploitasi dengan pendapatan kotor sekitar 100 miliar dolar AS. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 TCF. Dengan harga gas yang terus naik, Blok Mahakam berpotensi pendapatan kotor 187 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.700 triliun. Jumlah ini tentu sangat besar jika mampu dimanfaatkan oleh dalam negeri.
Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam ditandatangani oleh pemerintah dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation (Jepang) pada 31 Maret 1967. Kontrak berlaku selama 30 tahun hingga 31 Maret 1997. Namun beberapa bulan sebelum Soeharto lengser, kontrak blok mahakam telah diperpanjang selama 20 tahun yang berakhir pada 31 Maret 2017. Nah, saat berdasarkan rapat pada 7 Maret lalu, Presiden Jokowi memutuskan, setelah kontrak itu habis, Blok Mahakam akan dikelola Pertamina.
[wid]