Hingga hari ini ternyata perselisihan antara Angkasa Pura (AP) 1 dengan TNI-AL yang berujung penutupan akses kargo di Bandara Juanda belum menunjukkan tanda berakhir.
Terbukti, dengan belum dibukanya kembali akses kargo dari Terminal Utara (T1) ke Terminal Selatan (T2) Bandara Juanda sejak ditutup pada Kamis 12 Maret 2015. Dengan demikian sudah genap dua pekan penutupan akses ini berlangsung.
Anggota DPR RI dapil Surabaya-Sidoarjo, Sigit Sosiantomo meminta agar masalah ini segera dituntaskan mengingat kerugian yang ditimbulkan demikian besar. Dampak penutupan oleh TNI AL itu, menimbulkan kerugian yang tidak sedikit bagi pengguna bandara karena jalan hanya dibuka pukul 22.00 hingga 05.00.
"Bahkan Garuda Indonesia dan AirAsia tak lagi melayani pengiriman kargo terkait adanya penutupan akses, akibatnya banyak konsumen yang kelabakan. Volume pengiriman komoditas hewan ekspor cukup besar dari Juanda, dari ikan segar dan ikan hidup hingga kulit sapi," urai Sigit melalui keterangan tertulisnya yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (25/3).
Dari berbagai data pengiriman maupun kedatangan kargo domestik dan internasional di Juanda, menunjukkan komoditas yang tidak tergantikan. Misalnya, produk makanan merupakan yang terbanyak kehilangan potensi pendapatan. Secara fluktuatif, nilai kasar potensi kehilangan per hari bisa mencapai Rp 60 miliar-Rp 70 miliar. "Kalau sampai akhir pekan ini belum juga dibuka kan berarti sudah lebih Rp 1 triliunâ€, lanjutnya.
Perselisihan dua instansi ini sebenarnya bukan hal baru, menurutnya. Akar masalahnya adalah sengketa kepemilikan lahan. Namun sejak terminal selatan Bandara Juanda dioperasikan pada 14 Februari 2014 yang menuntut adanya akses antar terminal, potensi perselisihan cenderung bertambah karena di sisi lain persoalan lama sebenarnya belum dituntaskan.
Konon banyak program perusahaan pelat merah itu yang kandas karena berbenturan dengan fungsi lain Juanda sebagai pangkalan udara.
Memang ada kontradiksi pada bandara yang menempati lahan seluas 4.900 meter persegi di Daerah Basis TNI-AL ini. Bandara umumnya digunakan untuk kegiatan penerbangan sipil maupun komersial. Sementara itu, pangkalan udara merupakan fasilitas untuk kegiatan penerbangan militer atau misi pertahanan negara. Akibat tumpang tindih tersebut, beberapa kali terjadi ketegangan.
Misalnya pada 2007, pendirian Polsek Bandara Juanda dibatalkan dengan cara dramatis. Kapolwiltabes Surabaya saat itu yang hendak meresmikan kantor polsek dikepung Marinir. Pendirian polsek pun dibatalkan setelah Kapolda Jatim dan Pangarmatim bertemu dan membahas insiden tersebut.
Mengingat dampak yang serius dan fungsi kebandarudaraan yang terganggu akibat penutupan akses, Sigit meminta para pemangku kepentingan di Bandara Juanda meliputi Kementerian BUMN (pemegang saham Angkasa Pura 1), TNI Angkatan Laut (pemilik lahan jalan akses kargo) dan Kementerian Keuangan (pengelola kekayaan negara) harus secepatnya duduk bersama menuntaskan persoalan ini dengan membuang ego sektoral masing-masing.
"Dampaknya bukan saja merugikan konsumen, namun juga mempengaruhi perekonomian Jawa Timur khususnya, mengingat posisi dan peran Bandara Juanda," pungkasnya.
[wid]