. Dukungan terhadap perlu diberikannya remisi bagi narapidana pelaku kejahatan korupsi terus menguat. Kalangan DPR RI salah satunya.
Bagi Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan, remisi tersebut perlu diberikan karena narapidana korupsi juga memiliki hak untuk bebas.
"Saya melihat remisi perlu. Kami setiap reses melihat kondisi di penjara. Bagi mereka 1x24 jam mahal. Kalau sudah ada remisi bisa menjadi harapan bisa cepat keluar," terang dia di Jakarta, Jumat (20/3).
Ke depan, menurutnya, akan dilakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar remisi tidak sepenuhnya menjadi domain Kemenkumham.
"Remisi tidak boleh jadi komoditi," sambungnya menjelaskan.
Soal wacana revisi PP 99/2012, Trimedya dengan tegas menyatakan dukungannya. Meski, dia menyadari bahwa respon dari masyarakat terkait hal itu masih perlu diamati.
Disisi lain, revisi PP 99/2012 itu juga ‎harus dilakukan secara selektif. Kontrol juga tak boleh terlewati. Salah satunya, dengan membuat file pribadi terkait rekam jejak narapidana.
"Misal akan diberikan remisi. Ini bisa dilihat. Dia harus terbuka. Tidak hanya di internal mereka, tapi kita bisa mengawasi," terangnya.
"Ini jangan terburu-buru disahkan. Kita juga tidak boleh ekstrim menolak. Kita lihat plus minusnya. Ini juga jadi pembelajaran, dari kita masyarakat juga menjadi kritis," demikian politisi PDIP itu menutup perbincangan.
Wacana mengenai revisi PP 99/2012 ini dihembuskan oleh Menteri Hukum dan HAM (menkumham)Yasonna Laoly. Dia tekankan, maksud dari revisi bukan untuk memberikan ruang bagi koruptor. Tapi, niatnya cuma ingin mengatur pemberatan hukuman napi koruptor.
Remisi, kata dia, pemberian remisi dan pembebasan bersyarat tidak dapat digantungkan atau ditentukan oleh lembaga lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, atau kejaksaan.
Rencana revisi PP 99/2012 mendapatkan angin segar dari pihak Istana. Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut mendukung revisi PP. Hal itu sebagaimana diutarakan oleh orang dalam istana, Andi Widjajanto.
[sam]