Tambah lagi beban rakyat akibat dolar mengganas. PT Pertamina minta harga premium naik karena biaya produksi berupa pembelian minyak mentah meningkat.
Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution PerÂtamina Suhartoko mengatakan, nilai tukar erat kaitannya dengan fluktuasi harga minyak dunia. Saat ini harga minyak mentah masih naik turun. Harga tertinggi masih di kisaran 54 dolar AS per barel.
Menurut dia, harga terseÂbut sebenarnya masih relatif rendah. Namun, melemahnya nilai tukar rupiah membuat biaya pembelian untuk impor minyak mentah membengkak. "Premium mestinya juga naik. Sekarang posisinya sudah rugi," ujar Suhartoko.
Untuk diketahui, dampak meÂlemahnya rupiah, membuat PerÂtamina menaikkan harga BBM nonsubsidinya, pertamax sebesar Rp 350 atau menjadi Rp 8.600 per liter pada Minggu (15/3).
Kendati begitu, Suhartoko tidak menjelaskan secara terÂperinci kerugian yang diderita Pertamina. Yang jelas, kondisi sekarang sudah tidak baik dan perlu segera dilakukan penyeÂsuaian harga.
Ditanya berapa idealnya premiÂum dijual? Dia enggan menyebut angka pasti. "Jangan dulu, nanti orang pada menimbun," katanya.
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengatakan, pihaknya menyayangkan jika di saat ekonomi seperti sekarang harÂga premium harus naik. Namun, dia mengakui, saat ini pihaknya tidak bisa mengintervensi pemerÂintah terkait harga premium ini karena sudah dilepas ke mekanisme pasar. "Jadi harganya akan terpengaruh oleh harga minyak dan kurs," ujarnya.
Karena itu, dia meminta, peÂmerintah segera memperbaiki nilai tukar rupiah supaya harga BBM tidak perlu naik. Apalagi, saat ini harga minyak dunia masih rendah.
Direktur Indonesia Resourses Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, inilah kelemahan dilepasnya harga premium keÂmekanisme pasar. Dia menilai, pemerintah sendiri belum siap untuk menjamin pengalihan subsidi bisa tepat sasaran.
"Setiap ada perubahan harga pasti akan berdampak pada masyarakat kecil," katanya.
Menurutnya, pelepasan harga premium harus dibarengi dengan pemberian subsidi yang tepat sasaran. Sehingga, kata dia, ketika ada perubahan harga, masyarakat kecil tidak begitu kena dampak.
Marwan menilai, gejolak ruÂpiah bukan alasan penyesuaian harga. Apalagi, harga minyak dunia juga sedang rendah sekiÂtar 50 dolar AS per barel. "Jika selisihnya sedikit tidak usah dinaikkan, seperti yang dibilang Menteri ESDM Sudirman Said," katanya.
Sebelumnya, Kepala Pusat KoÂmunikasi Publik Kementerian ESDM Saleh Abdurahman menÂgatakan, kondisi rupiah yang sudah tembus di atas Rp 13.200 belum mengkhawatirkan. Tapi, dia menÂgakui, jika harga minyak dunia dan kurs sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga. "Kita belum bisa pastikan naik. Jika selisihnya sedikit pemerintah akan tetap memÂpertahankan harga," jelasnya.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, harga BBM dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah.
"Kalau selisih harga dari bulan ke bulan tidak besar maka kita pakai harga yang sama. Tapi begitu selisih harga besar kita aja sesuaikan," ungkapnya. ***