KPK harus menjelaskan kepada publik tentang penyerahan Berkas Acara Pemeriksaan kasus dugaan korupsi Komjen Budi Gunawan (BG) kepada Kejaksaan Agung.
"Penjelasan Plt. Pimpinan KPK kepada publik sangat mendesak dilakukan transparan dan menyeluruh. Penjelasan dimaksud bukan saja sebagai bentuk tanggung jawab ke publik, tetapi juga karena kekuatan utama KPK adalah dukungan rakyat," ucap Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, Sabtu (14/3).
Menurutnya, selama ini publik selalu berada paling depan ketika terjadi upaya pelemahan terhadap KPK baik secara kelembagaan maupun personal.
Karena itu publik berhak mendapatkan penjelasan secara utuh dam terbuka tentang latar belakang penyerahan kasus, batasan penyerahannya sejauh mana dan apa peran KPK selama penanganan kasus dilakukan Kejaksaan, termasuk soal apakah KPK dapat mengambil alih penanganannya manakala Kejaksaan Agung tidak serius atau melindungi pelaku korupsi yang sesungguhnya.
Beberapa pertanyaan dan uraian penting perlu dijelaskan dan menjadi perhatian, demi mengembalikan KPK tetap "on the track" sebagai lembaga yang independen dan "super body". Pertama, apa motif dan latar belakang pimpinan KPK menyerahkan BAP?
"Pertanyaan ini punya relevansi dengan penolakan hakim praperadilan terhadap salah satu tuntutan BG yaitu agar seluruh Berkas Pemeriksaan KPK tentang dugaan korupsi perwira Polri dikembalikan ke Bareskrim Polri," kata Petrus.
Dua, pembatalan Sprindik KPK oleh Hakim Sarpin hanya berimplikasi kepada hilangnya status pemeriksaan kasus BG pada tahap penyidikan, sedangkan seluruh hasil dan status pemeriksaan BG pada tahap penyelidikan tetap berlaku.
Tiga, Hakim Sarpin hanya membatalkan Sprindik KPK untuk penyidikan kasus BG, karena itu KPK harus menjelaskan kepada publik bagaimana nasib pemeriksaan dugaan korupsi perwira Polri lainnya. Apakah penyerahan BAP KPK kepada Kejaksaan Agung juga meliputi dugaan korupsi perwira Polri lain dan pihak lainnya.
Empat, karena pasal persangkaan terhadap BG adalah antara pasal 5 sampai 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengancam pidana bagi penyelenggara negara atau pegawai negeri, maka meskipun Hakim Sarpin dalam putusannya menyatakan BG bukan Penyelenggara Negara dan bukan Penegak Hukum, maka KPK masih tetap bisa mengusut BG dalam kapasitas BG sebagai Pegawai Negeri di Kepolisian Negara atau BG sebagai orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat Penegak Hukum atau Penyelenggara Negara (pasal 11 huruf a UU KPK).
Lima, keputusan KPK menyerahkan penanganan kasus BG kepada Kejaksaan Agung, pada saat seluruh pimpinan KPK dan sebagian Penyidik KPK berada dalam tekanan. Pilihan menyerahkan penanganan kasus BG dikhawatirkan sebagai buah dari kompromi barter politik yang tidak sehat, yang pada gilirannya akan menimbulkan problem hukum yang dapat mendeligitimasi KPK.
[ald]