. Saksi dalam sidang kasus suap kepada mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron mengkonfirmasi adanya pemberian uang dari PT Media Karya Sentosa (MKS) agar perusahaan itu mendapat hak penyaluran gas alam ke Gili Timur dan Gresik.
"Ada pemberian untuk Bangkalan senilai Rp 700 juta. Perintah pemberian uang pada akhir November untuk diserahkan pada 1 Desember 2014," kata Manajer Keuangan PT MKS, Andi Andhiani Rinsia saat memberi kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Rasuna Said, Senin (9/3).
Dia bersaksi untuk terdakwa Direktur Human and Development Resources PT MKS Antonius Bambang Djatmiko. Andiani mengaku secara rutin mengeluarkan dua jenis pengeluarkan untuk PT MKS. Pertama, uang yang tercatat dalam in voice dengan keterangan 'kompensasi kerja sama' kepada Perusahaan Daerah Sumber Daya. Satu pengeluaran lagi disebut 'representative expense' yang tidak dicantumkan dalam in voice dengan besaran uang sesuai permintaan Antonius Bambang Djatmiko.
"Saya selalu diingatkan pada akhir November oleh pak Bambang tapi untuk Rp 700 juta menurut versi keuangan saya itu tidak resmi karena tidak ada in voice," ungkap Andhiani.
Dalam dakwaan, PD Sumber Daya adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabuaten Bangkalan yang mewakili kepentingan pemerintah daerah untuk membeli gas bumi dari Kodeco untuk pembangkit listrik Gili Timur dan Gresik. PT MKS mengikat kerja sama dengan PD Sumber Daya berkat bantuan Fuad Amin sejak 3 Desember 2007 dengan imbalan pembagian keuntungan kepada PD Sumber Daya.
"Pernah Pak Bambang mengatakan satu-dua kali uang itu untuk Bupati Bangkalan. Kisaran uangnya saya tidak ingat tapi seperti yang ada di Berita Acara Pemeriksaan," tambah Andhiani.
Andhiani mengaku bahwa pengeluaran 'kompensasi kerja sama' diberikan sejak Oktober 2011 dengan besaran pada awalnya adalah Rp 1,5 miliar, besaran tersebut berkurang menjadi Rp 825 juta pada Januari 2014. Sedangkan pengeluaran 'representative expense' awalnya senilai Rp 200 juta namun membesar menjadi Rp 700 juta.
Namun Andhiani mengaku sebelum rutin memberikan uang Rp 200 juta-Rp700 juta setiap bulan, Antonius Bambang juga pernah meminta uang dengan besaran berbeda-beda.
Sehingga, menurut Andhiani, besaran uang yang diberikan PT MKS seluruhnya adalah sekitar Rp 30 miliar. Andhiani sendiri juga tidak mengetahui apakah ada perjanjian kerja sama yang menjadi dasar hukum antara PT MKS dan PD Sumber Daya sehingga perusahaannya rutin menyetor uang ke perusahaan daerah tersebut.
"Perjanjiannya saya tidak pernah lihat. Hanya saya dapat fotokopi untuk memandu pemberian tersebut secara bertahap yang jumlah keseluruhannya Rp 30 miliar karena pembayarannya bervariatif," ungkap Andhiani.
Bendahara PD Sumber Daya Mariatul Qibtiyah dalam kesaksiannya membenarkan penerimaan uang dari PT MKS untuk PD Sumber Daya hingga Rp 78,3 miliar.
"Penerimaan dari PT MKS sejak September 2011 sampai November 2014 totalnya Rp78,3 miliar," kata Mariatul dalam sidang yang sama.
"Kita menerima bervariasi ada Rp 1 miliar, Rp 2,5 miliar, Rp 4,5 miliar, tapi sejak 2013 kita terima Rp 1,5 miliar lalu pada Maret 2014 kita terima Rp 825 juta. Kita mencatatnya penerimaan dari PT Media Karya Sentosa," tambahnya.
Uang yang kemudian didepositokan itu, lanjut Mariatul, pernah dicairkan untuk pemelian tanah atas nama Abdul Razak tapi bukan untuk diberikan kepada Fuad Amin.
Sementara Budi Indianto, selaku Kepala Divisi Pemasaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi/BP Migas, yang kini menjadi SKK Migas mengaku pernah menerima uang dari Antonius Bambang dari 2009 hingga 2012 sampai sejak dirinya menjabat sebagai kepala divisi operasional hingga jabatan terakhir di BP Migas.
"Ya, saya sering dapat kiriman uang dari pak Bambang tapi jumlah beragam saya lupa ada di BAP," ujar Budi.
Dalam BAP disebutkan bahwa Budi menerima uang dari Antonius Bambang dari 2009 hingga 2012 mencapai Rp 2 miliar. Budi mengatakan uang itu diberikan dari Antonius Bambang karena kedekatannya sejak menjadi teman di bangku kuliah.
Antonius didakwa bersama dengan direksi PD MKS memberikan Rp 18,85 miliar kepada Fuad Amin agar mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya. Serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.
Antonius dikenakan pasal 5 ayat 1 huruf b subsider pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagiamana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001. Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 junto pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.
[sam]