. Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Johnson Panjaitan selaku tim kuasa hukum SDA menjelaskan, praperadilan diajukan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka kliennya dalam kasus korupsi penyelenggaraan ibadah Haji tahun 2010-2013.
"Permohonan praperadilan tersebut diajukan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya dalam jumpa pers di kawasan Jalan Ampera, Jakarta, Senin (23/2).
Johnson menjelaskan, permohonan praperadilan telah didaftarkan ke PN Jaksel pada pagi tadi pukul 08.00 WIB. Adapun, alasan kliennya mengajukan praperadilan karena ingin mencari keadilan akibat tindakan penyidik dan pimpinan KPK yang semena-mena menetapkan tersangka.
Penetapan SDA sebagai tersangka dianggap telah dilakukan secara melawan hukum karena dilakukan pada saat dimulainya suatu rangkaian penyidikan oleh KPK. Baru setelah itu KPK secara maraton melakukan pemeriksaan saksi-saksi, pengumpulan barang bukti dan upaya-upaya paksa yang sangat merugikan.
"Hal tersebut menunjukkan penetapan SDA sebagai tersangka dilakukan terlalu dini dan melanggar hak asasi SDA," demikiabn Johnson.
Diketahui, SDA menjadi tersangka kasus penyelenggaraan ibadah haji oleh KPK pada 22 Mei 2014 lalu. KPK mengatakan penyidik sudah mendapakan dua alat bukti yang cukup. KPK juga telah mengumpulkan barang bukti dan keterangan, baik di Indonesia maupun Arab Saudi.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu dianggap melanggar pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 5 ke 1 dan pasal 65 KUHP.
Dengan jeratan tersebut, SDA bisa terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara karena menyalahgunakan kewenangan sebagai menteri dengan cara memperkaya diri sendiri serta orang lain.
Berdasar hasil telaah KPK, SDA dan sejumlah orang diduga menyalahgunakan dana penyelenggaraan haji sebesar Rp 1 triliun. Dana itu berasal dari APBN dan setoran calon jamaah haji melalui tabungan haji.
Ada beberapa komponen yang diduga dimainkan dalam perkara itu. Di antaranya, pemanfaatan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH), pengadaan pemondokan, transportasi, katering, serta pemberangkatan haji pejabat dan sejumlah tokoh dengan menggunakan dana masyarakat.
[rus]