Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) butuh pimpinan tangguh, petarung yang menguasai lapangan dan juga taat aturan.
Pasalnya, jika lembaga tersebut dipimpin orang yang memiliki resistensi terhadap masalah hukum dan proses seleksi pemilihan pimpinannya menyalahi aturan demi pemaksaan kepentingan kelompok, masa depan BKKBN akan dipertaruhkan.
Padahal saat ini peran BKKBN sangat strategis mengingat angka ledakan laju pertumbuhan penduduk yang semakin mengkhawatirkan.
"Apalagi laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih sangat tinggi. Setiap tahun penduduk Indonesia bertambah empat juta jiwa. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi bencana,†ucap mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif saat menerima silaturahmi jajaran pegawai BKKBN di Jakarta. Rabu (18/2).
Karena itu, Buya Syafii menyayangkan langkah Kemenkes, melalui pengumuman nomor TU. 02.06/II/214/2015, melakukan
open bidding atau lelang jabatan Kepala BKKBN. Menurutnya, itu berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas, Organisasi dan Hukum BKKBN Setia Edi, menjelaskan, Menteri Kesehatan tidak berwenang mengatur personalia kepegawaian lembaga BKKBN. Karena kewenangan melakukan lelang jabatan adalah wewenang pejabat pembina kepegawaian (PPK) dalam hal ini adalah Kepala BKKBN.
"Kalau menurut UU ASN (Aparatur Sipil Negara) pasal 1 poin 14, bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pegawai ASN. Jadi
open bidding itu adalah kewenangan PPK (Ka BKKBN), bukan Kemenkes,†tegas Setia Edi.
Lebih jauh dia menambahkan, jika pun
open bidding dilakukan untuk menentukan Kepala BKKBN, yang berhak menentukan adalah Presiden sesuai UU 52/2009 tentang Kependudukan.
[zul]