Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) membeberkan aturan dalam hukum internasional yang menyatakan batasan-batasan terhadap hukuman mati.
Koordinator Kontras, Haris Azhar, mengungkapkan aturan terkait batasan untuk hukuman mati yakni tidak boleh anak di bawah umur, ibu hamil, dan cacat mental.
"Ini yang harus jadi pertimbangan pemerintah," ujar Haris saat konferensi pers di Kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (18/2).
Kontras menilai hukuman mati yang dilaksanakan Indonesia saat ini tidak tepat dengan prinsip-prinsip hukum internasional tersebut.
"Bukan berarti menghapus hukuman mati. Tapi kami meminta pemerintah hentikan hukuman mati. Silakan ganti dengan hukuman berat, semisal hukuman seumur hidup," demikian Haris.
Hari ini, keluarga dari terpidana mati kasus narkoba, Rodrigo Gularte, yang mengalami penyakit schizophrenia, mendatangi kantor Kontras.
Kontras meminta pemerintah Joko Widodo segera mempertimbangkan rekam medik penyakit yang masuk dalam kategori gangguan kejiwaan terpidana mati asal Brazil tersebut.
Hal ini terkait rencana Kejagung mengeksekusi 11 terpidana mati yang sudah ditolak permohonan grasinya.
Ke-11 terpidana mati itu adalah Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) dalam kasus pembunuhan berencana, Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) dalam kasus narkoba, Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) dalam kasus narkoba, Harun bin Ajis (WNI) dalam kasus pembunuhan berencana, dan Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) dalam kasus pembunuhan berencana.
Kemudian Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) dalam kasus narkoba, Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) dalam kasus narkoba, Zainal Abidin (WNI) dalam kasus narkoba, Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) dalam kasus narkoba, Rodrigo Gularte (WN Brazil) dalam kasus narkoba, dan Andrew Chan (WN Australia) dalam kasus narkoba.
[ald]