Kriminalisasi kasus Indosat-IM2 yang menyeret mantan Dirut IM2 Indar Atmanto ke LP Sukamiskin, Bandung untuk menjalani hukuman selama delapan tahun ternyata juga menarik perhatian media internasional, salah satunya New York Times (NYT).
Dalam headline halaman pertama 12 Februari edisi US dan 13 Februari edisi Asia lalu, surat kabar terkemuka asal Amerika Serikat ini menayangkan artikel tentang Perlawanan Korupsi di Indonesia yang menyeret orang yang seharusnya tidak bersalah ke balik jeruji penjara (Indonesia’s Graft Fight Strikes Fear Even Among the Honest).
Artikel yang dikutip dari NYT menyebut ada tiga orang yang tidak bersalah, namun mereka harus mendekam di LP Sukamiskin. Ketiganya adalah Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2. Lalu Hotasi Nababan, mantan Presiden Direktur Merpati Nusantara Airlines, dan terakhir, Bachtiar Abdul Fatah, mantan manajer proyek untuk Chevron Pacific Indonesia. Indar harus menjalani hukuman delapan tahun, sedangkan Hotasi dan Bachtiar masing-masing melayani empat tahun.
NYT juga menyebutkan kasus tersebut juga memicu kemarahan sejumlah kalangan. Selain dari dalam negeri, NYT mengungkapkan kemarahan yang disampaikan oleh organisasi internasional hak asasi manusia. Sedangkan para pebisnis internasional mempertanyakan jaminan keamanan di Indonesia ketika mereka hendak menanamkan investasi dan menjalankan bisnisnya. Bahkan, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menaruh perhatian atas kasus ini yang dilukiskan NYT sebagai ‘an outsider willing to clean house’.
"Alih-alih mendapat pujian, justru kasus-kasus tersebut sangat terkesan bahwa oknum jaksa lebih mementingkan mengejar karir dan para hakim tidak ingin dicap lembek dalam pemberantasan kasus korupsi. Ini kan sangat mengkhawatirkan," tulis NYT.
Khusus untuk kasus IM2, pada kesempatan lain, berbagai kalangan juga menyatakan adanya berbagai kejanggalan, di antaranya mengenai pengabaian 2 surat Menkominfo, pejabat yang berwenang sesuai UU Telekomunikasi untuk menilai ada-tidaknya pelanggaran di sektor telekomunikasi, dalam suratnya telah menegaskan tidak ada undang-undang dan peraturan pelaksanaan yang dilanggar. Bahkan, Onno W Purbo, pakar internet di Indonesia menginisiasi gerakan petisi online di change.org utk pembebasan Indar.
Lebih dari 36 ribu masyarakat dalam dan luar negeri telah menyuarakan keprihatinannya dalam petisi online yang digagas Onno tersebut. Dalam perkembangan terkininya, muncul 2 putusan MA yang saling bertentangan, yaitu Putusan MA TUN dan Putusan MA Tipikor.
Berbekal fakta hukum baru ini, APJII mendorong Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2 melakukan peninjauan kembali (PK).
NYT dalam artikelnya memaparkan bahwa dengan mengatasnamakan pemberantasan korupsi, telah mengkriminalisasi kasus ini dengan menyatakan adanya kerugiaan negara, meski kementerian telah menegaskan tidak ada kerugiaan negara yang ditimbulkan dari kasus ini. Adanya kriminalisasi memang terlihat dalam kasus IM2. IM2 telah dituduh tidak membayar pajak dan biaya untuk menggunakan frekuensi broadband, padahal perusahaan induknya, Indosat sudah membayar bahkan IM2 pernah mendapatkan gelar perusahaan pembayar pajak terbaik .
Dalam wawancara dengan Indar di LP Sukamiskin beberapa waktu yang lalu, NYT menayangkan kutipannya.
"Saya tidak melakukan kesalahan, dan pemerintah mengatakan bahwa saya tidak melakukan sesuatu yang salah," kata Indar.
Dalam artikel tersebut, NYT juga menggambarkan situasi bagaimana Indar, Hotasi dan Bachtiar menjalani kegiatan sehari-hari di penjara. Yang tak kalah mirisnya, NYT seperti dikutip mengungkap kekhawatiran ketiganya atas stigma yang melekat pada diri mereka sebagai koruptor meski mereka tidak bersalah. Hal yang paling sulit tentu dirasakan oleh pihak keluarga.
"Pak Bachtiar, Pak Hotasi dan Mr Indar masih berharap mereka akan menang dalam PK yang diajukan Mahkamah Agung," demikian seperti dimuat NYT.
[mel]