Pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla telah berlaku diskriminatif atau tidak adil terhadap petani tembakau dan industri nasional.
Pemerintah melakukan pemerasan terhadap industri nasional keretek untuk mensubsidi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Hal itu dikatakan analis dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng.
Dia mengkritik pemerintah, yang melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN- P) Tahun 2015 akan melakukan subsidi BUMN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 64,8 triliun.
Tidak hanya itu keistimewaan yang diberikan. Bahkan tahun ini pemerintah akan memberikan keleluasaan kepada BUMN untuk tidak menyetorkan deviden kepada negara.
Berbeda dengan BUMN, perlakuan pemerintah terhadap industri tembakau justru sebaliknya. Pemerintah justru memeras industri tembakau yang selama ini menjadi penopang utama APBN dan perekonomian ekonomi nasional.
Tidak tanggung tanggung. Pemerintah Jokowi menaikkan cukai tembakau dan rokok mencapai Rp 29,7 triliun atau mencapai 27 persen. Sebagai gambaran, tahun lalu industri tembakau dipungut cukai Rp 112 triliun.
"Jika melihat menurunnya penerimaan migas akibat menurunnya harga minyak global, menurunnya penerimaan dari tambang, menurunnya penerimaan dari berbagai komoditas ekspor akibat penurunan pasar global, maka besar dana subsidi BUMN yang sangat besar tersebut salah satunya akan bersumber dari kenaikan cukai tembakau," ujar Salamuddin.
Menurut dia, kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai sebagai sandaran membiayai BUMN berpotensi membangkrutkan industri tembakau nasional, terutama industri menengah ke bawah.
"Tentu ini akan menjadi pukulan balik kepada perekonomian mengingat industri tembakau menyerap sedikitnya 10 juta tenaga kerja mulai dari hulu industri ini sampai ke hilir," ujar dia.
[ald]