Berita

ilustrasi/net

Hukum

Ini Alasan Kontras Desak Pemerintah Evaluasi Tata Cara Hukuman Mati

JUMAT, 13 FEBRUARI 2015 | 16:58 WIB | LAPORAN:

Tata cara pelaksanaan eksekusi mati terhadap terpidana mati dikritik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Menurut aktivis Kontras, Puri Kencana Putri, ada dua putusan Mahkamah Konstitusi terkait eksekusi mati yang dinilainya cacat hukum.

"Pertama, putusan MK yang menyatakan proses eksekusi hukuman mati tidak menjamin ketiadaan rasa sakit bagi terpidananya, dan tidak bisa disimpulkan sebagai bentuk penyiksaan serta tidak melanggar hak atas hidup seseorang. Ini adalah bentuk kecacatan hukum," ujar Putri dalam konferensi pers di kantor Kontras, Jakarta Pusat (Jumat, 13/2).


Kedua, sambungnya, adalah putusan MK yang menyebut pidana mati yang ditujukan kepada kejahatan narkotika tidak melanggar hak atas hidup, karena ada kewajiban negara untuk meregulasi perlindungan dari hak atas hidup.

"Keputusan Mahkamah Konstitusi yang dijadikan pembenar dalam tata cara eksekusi terhadap terpidana mati ini memiliki kegagalan dalam membangun ruang edukasi publik dan jaminan non-diskriminatif atas dua hak yang fundamental dan harus dijamin keberlangsungannya oleh negara," sambungnya.

Menurut Kontras, ada beberapa elemen Hak Asasi Manusia (HAM) yang dinilai dilanggar oleh tata cara eksekusi mati di Indonesia. Hak untuk tidak disiksa dan hak atas hidup tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun (Pasal 28I ayat 1 UUD 1945), gagal diterjemahkan negara dalam perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan HAM.

Diketahui Kontras bahwa pada eksekusi 6 orang terpidana mati tanggal 18 Januari 2015, rata-rata terpidana bertahan 10 hingga 15 menit hingga dinyatakan meninggal dunia.

"Rasa sakit yang harus mereka derita selama 10 hingga 15 menit tidak pernah menjadi pertimbangan negara dalam membuka ruang evaluasi atas praktik hukuman mati di Indonesia," sambungnya

Karena itu, Kontras mendorong Indonesia mengevaluasi tata cara eksekusi hukuman mati yang berlaku.

"Kami bagian dari masyarakat sipil di Indonesia mendorong negara untuk mengevaluasi tata cara eksekusi hukuman mati," tegasnya. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya