Orang dekat mantan Ketua MK Akil Mochtar, Muhtar Ependy dituntut tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.
Muhtar dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan oleh Jaksa KPK secara sengaja merintangi penyidikan yang sedang dilakukan KPK dalam perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang Akil Mochtar dengan cara memengaruhi sejumlah saksi untuk memberikan keterangan tidak benar.
"Menyatakan terdakwa Muhtar Ependy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiman diubah dengan UU RI 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dalam dakwaan kesatu dan Pasal 22 jo Pasal 35 UU pemberantasan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kedua," terang Jaksa KPK, Titto Jaelani saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/2).
Selain pidana penjara dan pidana denda, jaksa juga menghukum Muhtar dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu.
"Pencabutan hak remisi dan pelepasan bersyarat yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana," terang Jaksa Titto.
Dalam menjatuhkan tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah merintangi dan menghambat serta tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tipikor. Selain itu, terdakwa tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya.
"Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga dan terdakwa bersikap sopan dipersidangan," sambung Titto.
Dalam uraiannya, jaksa menyebut bahwa Muhtar secara sengaja mempengaruhi Romi Herton, istrinya Masyitoh dan Srino untuk memberikan keterangan yang tidak benar ketika dipanggil oleh KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan tipikor dan tppu atas nama M Akil Mochtar.
Untuk mewujudkan perbuatan terdakwa agar lebih sempurna kemudian di tingkat penuntutan yaitu pada pemeriksaan saksi-saksi, terdakwa kembali mempengaruhi Masyito dan Romi Herton untuk tetap konsisten dengan keterangan di BAP apabila diperiksa sebagai saksi di persidangan dalam perkara atas nama Akil Mochtar.
"Terdakwa juga mempengaruhi Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati dan Risna Hasrilianti untuk mengubah BAP di penyidikan dan memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan dlaam perkara atas nama M Akil Mochtar," terang Jaksa.
Selain itu terdakwa ketika bersaksi di bawah sumpah memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan dalam perkara terdakwa atas nama Akil Mochtar dengan penuh kesadaran dan dikehendaki agar perkara tersebut tidak terungkap. Sehingga perbuatan tersebut merupakan bentuk kesengajaan yaitu kesengajaan dengan maksud.
"Kesengajaaan terdakwa memberikan keterangan yang tidak benar dilakukan dengan penuh kesadaran hal tersebut karena telah diperingatkan oleh majelis hakim maupun penuntut umum untuk memberikan keterangan yang benar, akan tetapi terdakwa tetap bersikukuh dengan keterangannya dan menyatakan bersedia menanggung segala akibat hukum yang timbul," terang Jaksa Titto.
Dilanjutkan jaksa, niat atau kehendak terdakwa tersebut telah diwujudkan dengan cara terdakwa mengetahui dengan sadar bahwa perbuatan mempengaruhi saksi Masyito, Romi Herton, Srino akan merintangi penyidikan dan penuntutan perkara atas nama Akil Mochtar.
"Perbuatan terdakwa mempengaruhi saksi-saksi Masyito, Romi Herton, Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati dan Risna Hasrilianti pada proses penuntutan yaitu saat pemeriksaan saksi-saksi adalah meringati penuntutan dalam perkara atas nama Akil Mochtar," terang jaksa Titto.
"Akibat pengaruh yang diberikan terdakwa kepada saksi-saksi tersebut di atas baik penyidik maupun penuntut umum akan mengalami kesulitan dan harus mencari alat bukti lain untuk mematahkan keterangan saksisaksi tersebut diatas," demikian Titto.
[rus]