Tim Advokasi Petani Karawang (Tampar) melaporkan Ketua Pengadilan Negeri Karawang Marsudi Nainggolan dan hakim yang mengadili kasus penyerobotan tanah petani oleh PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) ke Komisi Yudisial (KY). Tampar menegarai proses persidangan penanganan perkara yang berlangsung tidak adil terjadi akibat adanya main mata Ketua PN Karawang dan majelis hakim dengan perusahaan properti tersebut.
"Ketua Pengadilan Negeri Karawang dan Majelis Hakim yang menangani perkara ini kami duga kuat telah berpihak dan main mata dengan PT SAMP sehingga proses persidangan dan penangan perkara ini sudah tidak berimbang, bahkan cenderung dipaksakan segera selesai dengan cara-cara paksa agar bisa dieksekusi dan dikuasai oleh PT SAMP," Koordinator Tampar, Eka Prasetya kepada wartawan, Rabu (4/2).
Dia menjelaskan, majelis hakim yang diketuai Hakim Arif selalu memaksakan jadwal bahwa semua pemeriksaan materi perkara harus dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Jadwal persidangan perkara yang tadinya dijadwalkan sekali seminggu yakni setiap hari Senin, diubah secara sepihak menjadi dua kali seminggu yakni menjadi setiap hari Senin dan Kamis.
"Persidangan sering tidak dihadiri oleh kedua belah pihak yang berperkara namun diteruskan pemeriksaan-pemeriksaan. Seharusnya, kalau kedua belah pihak tidak hadir majelis hakim melakukan pemanggilan persidangan secara patut. Lah, ini tidak ada pemanggilan secara patut," papar Prasetya.
Malahan, katanya, majelis hakim menyuruh Panitera Pengganti untuk memanggil masing-masing pihak lewat telepon. Selain itu, kata dia mencontohkan, sidang misalnya sudah ditunda pada hari Kamis, tahu-tahu surat panggilan persidangan berikutnya sudah ada pada keesokan harinya. Padahal normalnya, dalam persidangan kasus seperti ini, karena berkenaan dengan dua Pengadilan Tinggi (Jakarta dan Jawa Barat), surat pemanggilan bisa mencapai waktu satu bulan.
Kemudian, dalam persidangan dengan agenda jawaban-jawaban para pihak bersengketa yang seharusnya setiap jawaban diserahkan pada saat persidangan, nyatanya majelis hakim menyuruh Panitera Pengganti untuk menelopon masing-masing pihak untuk menjemput jawaban ke PN Karawang di luar jadwal sidang.
"Jawaban para pihak tidak diserahkan di persidangan, tetapi dijemput dan diminta harus memberikan tanggapan pada sidang berikutnya. Alasannya, supaya cepat proses persidangan dan segera diberikan replik, sebab jadwal persidangan hanya diminta harus sekali satu agenda acara. Ini aneh sekali," papar Prasetya seperti dilansir
RMOLJabar.
Dari penelusuran, dijelaskan Prasetya, ada niat bulus yang dimiliki hakim dikarenakan Marsudi Nainggolan hendak pindah tugas dalam waktu dekat ini sehingga perkara dikebut harus segera ada putusan dan eksekusi putusan. Dan jika perkara iini tidak selesai, maka Marsudi tidak akan pindah tugas dengan cepat.
"Kami menduga, proses persidangan yang dipaksakan itu adalah dikarenakan adanya deal antara Ketua PN Karawang dengan PT SAMP agar segera selesaikan penanganan perkara dan segera dieksekusi sebelum pindah tugas," ujar Prasetya.
Dia mengatakan tiga Ketua PN Karawang terdahulu yang sudah menangani perkara ini sudah menyatakan bahwa tanah petani itu tidak bisa dieksekusi. Bahkan, Ketua Pengadilan Negeri Karawang sebelum Marsudin, Hakim Toro’wa Daeli SH MH, bahkan membuat surat resmi bahwa perkara ini tidak bisa dieksekusi.
"Kok Ketua PN Karawang sekarang menyatakan bisa dieksekusi dan mengakibatkan para petani jadi korban ketidakadilan," ujar Prasetya.
[dem]