PT Garuda Indonesia Tbk seÂrius memperhatikan rencana Menteri Perhubungan (MenÂhub) Ignasius Jonan yang akan memberlakukan pemeringÂkatan keselamatan maskapai penerbangan.
Direktur Utama Garuda InÂdonesia Arif Wibowo berÂpendapat, sebaiknya rating tersebut diberikan tidak menuÂrut peringkat atau ranking bernomor. Pemerintah tidak perlu membuat peringkat berÂdasarkan nomor urut tertinggi sampai terendah berdasarkan skor yang dipenuhi masing-masing maskapai penerbangan sesuai penilaian Kementerian Perhubungan.
"Tidak perlu peringkat satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya. Saya pikir Menteri Perhubungan sudah melihat bahwa safety rating tidak akan dibuat seperti peringkat begitu, tapi berdasarkan maskapai yang compliance atau tidak," jelasnya di Jakarta, kemarin.
Kendati Arif menyatakan dukungannya atas penilaian keÂselamatan secara umum, namun status keselamatan penerbangan sebaiknya hanya berupa patuh atau tidak patuh saja.
Lakukan HedgingDalam kesempatan itu, GarÂuda Juga melakukan lindung nilai atau hedging melalui transaksi
cross currency swap senilai Rp 1 triliun.
Hedging itu melalui kerja sama dengan BNI, Bank CIMB Niaga dan Standard Chartered Bank. Langkah ini dilakukan untuk menghindari risiko rugi kurs sepanjang tahun ini.
Untuk diketahui, dalam laporan keuangan kuartal III 2014, perusahaan pelat merah itu mengalami rugi selisih kurs sebesar 6,62 juta dolar AS.
Arif mengatakan, sebagai maskapai yang hampir 70 persÂen dari biaya operasionalnya seperti biaya sewa pesawat, bahan bakar, maintenance dan berbagai pembiayaan lain dikeÂluarkan dalam bentuk dolar, pihaknya perlu melakukan kehati-hatian.
"Upaya ini demi menjadi keÂstabilan kegiatan operasional," kata bekas Dirut Citilink ini.
Dengan penandatanganan yang dilakukannya, lanjut Arif, pihaknya menjadi perusahaan pelat merah pertama yang melakukan kerja sama lindung nilai dengan nominal besar tahun ini.
Arif menjelaskan, nilai referÂensi tukar yang digunakan pada tanggal transaksi 13 Januari 2015 atau Rp 12.608 per dolar AS dengan tingkat suku bunga 9,25 persen per tahun. Kerja sama ini akan berlangsung dalam jangka waktu 3,5 tahun, berakhir pada 5 Juli 2018.
Untuk diketahui, ketentuan mengenai lindung nilai diatur oleh Peraturan Bank IndoneÂsia (PBI) No 16/21/PBI/2014 tentang prinsip kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Non Bank dan PeraÂturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) No. PER-09/MBU/2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai BUMN. ***