Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) mendukung program Realestat Indonesia (REI) terkait usul percepatan sertifikasi lahan tanah perumahan dan kawasan permukiman.
"Kerjasama ini masih banyak yang bisa dilakukan," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Ferry Mursyidan Baldan, dalam pertemuan dengan REI di Jakarta, Kamis (29/1).
Ferry bersama pimpinan REI sepakat menandatangani nota kesepahaman percepatan sertifikasi tanah perumahan dan kawasan permukiman. Ferry menuturkan penandatanganan nota kesepahaman itu merupakan penegasan keterwakilan negara terkait lahan tanah dan tata ruang. Ferry mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang menjadi bagian dari tim program sejuta sertifikasi rumah.
"Namun REI harus menyiapkan segala sesuatunya," ujar Ferry.
Pada kesempatan itu, Ferry menjamin akan membenahi dan menata perumahan kawasan kumuh dengan cara menyiapkan sarana untuk pindah sementara selama lahan yang ditempati diperbaiki pemerintah. Ferry juga menambahkan pihak akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) soal penyelesaian kasus sengketa lahan tanah.
"Jika bisa proses sengketa lahan tidak sampai Peninjauan Kembali (PK) tapi cukup pada tingkat pengadilan pertama namun putusannya menyeluruh," ucap Ferry.
Sementara itu, Ketua Umum REI, Eddy Husni, mengatakan, nota kesepahaman adalah untuk mensinergikan tugas, fungsi dan kewenangan pihak terkait dalam membangun perumahan. Eddy mengungkapkan Kementerian Agraria bertanggung jawab terhadap upaya percepatan sertifikasi lahan.
Sedangkan REI memiliki kewajiban menginventalisir, identifikasi dan verifikasi lahan tanah yang dimohonkan hak atas tanah. Eddy menegaskan REI juga mendukung program penyediaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan menggulirkan program "Sejuta Rumah".
Eddy menjelaskan terdapat tiga poin untuk keberhasilan penyediaan hunian bagi MBR yakni sinkronisasi regulasi dan birokrasi yang terkendali, upaya peningkatan daya beli kalangan MBR dan sinergisitas antara pemerintah dengan pihak swasta.
"Pemerintah diharapkan segera merealisasikan penyaluran kredit perumahan dengan memangkas suku bunga KPR-FLPP dari 7,25 persen menjadi 5 persen dengan masa kredit selama 30 tahun," ungkapnya.
Eddy juga mengusulkan pemerintah dapat mematok harga jual KPR-FLPP maksimal Rp 200 juta per unit dengan penyesuaian harga jual rumah sejahtera tapak (RST) pada tahun berikutnya sebesar 5 persen.
Kebijakan lainnya REI mengusulkan mematok harga jual rusunami bersubsidi menjadi maksimal Rp 10 juta meter persegi dengan harga jual berikutnya sebesar 5 persen ditambah inflasi tahun berjalan.
[ald]