Kuasa Hukum terpidana kasus narkoba Lutzvy Yudha Utama, Muhammad Zakir Rasyidin mengadu ke Komisi Yudisial (KY) di Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat. Zakir menduga, telah terjadi rekayasa kasus terhadap kliennya saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb, Kalimantan Timur.
"Dalam kasus ini, hakim tak menggali fakta hukum yang sebenarnya terjadi, dimana pada tingkat penyidikan saudara Lutzvy tak didampingi pengacara. Padahal menurut undang-undang diwajibkan karena ancamannya 5 tahun," ujar Zakir Rasyidin di kantor KY Jakarta, Senin (26/1/2015).
Sekjen Majelis Advokat Muda Nasional Indonesia (Madani) ini menambahkan, soal barang bukti yang menjerat Lutzvy pun ditemukan adanya kejanggalan.
"Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak mampu menunjukkan barang bukti di persidangan. Ini kan janggal," lanjut Zakir.
Bahkan saksi-saksi dalam kasus tersebut, yang dihadirkan dalam persidangan hanyalah saksi dari JPU.
"Ini kan pembuktian yang tak berimbang, terkesan jelas ada dugaan rekayasa kasus," tambahnya.
Zakir berharap, kelak dalam tingkat kasasi KY harus dilibatkan.
"KY dilibatkan untuk mengawasi proses hukum kasus yang menimpa Lutzvy. KY harus melakukan pemeriksaan terhadap hakim PN Tanjung Redeb,†tandas Zakir.
Meski terdapat kejanggalan-kejanggalan dalam proses hukumnya, terpidana kasus narkoba Lutzvy Yudha Utama akhirnya divonis hukuman penjara 5 tahun oleh PN Tanjung Redep pada 2 Oktober 2014 lalu, dengan nomor perkara 148/Pid.Sus/2014/PN.Tnr. Putusan tersebut dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur.
Setelah mengadu ke KY, Zakir Rasyidin juga mendatangi kantor Komisi Hak Azazi Manusia (Komnas HAM) dan diterima langsung oleh Wakil Ketua Komnas HAM Ansori Sinungan.
"Menurut beliau, kasus ini akan secepatnya ditanggapi mengingat prosesnya sedang berjalan. Dengan pengawasan Komnas HAM diharapkan dapat mengungkap terjadinya dugaan rekayasa kasus Lutzvy,†pungkas Zakir.
[did]