PT Pertamina (Persero) mengaku melakukan impor bahan bakar minyak (BBM) karena produksi minyak dalam negeri masih jauh dari harapan. Mestinya, Pertamina bisa memÂproduksi BBM sendiri dengan segera membangun kilang baru.
Vice President Strategic PlanÂning Business Development and Operation Risk-Refining Pertamina Achmad Fathoni Mahmud membandingkan InÂdonesia dengan Vietnam.
Menurutnya, Indonesia masih bisa bersaing dan mandiri dalam menyuplai kebutuhan BBM. PasalÂnya, Vietnam menjadi salah satu negara Asia Tenggara yang cukup bergantung dengan negara lain daÂlam memenuhi kebutuhan BBM.
Vietnam lebih parah dari Indonesia. Dia impor BBM lebih banyak dari kita. Untuk sekarang begitu. Hal ini bisa berubah jika kita tidak lakukan apa-apa,†tegas Fathoni di Jakarta, Jumat (23/1).
Namun, khusus negara-negara tetangga seperti Thailand, MalayÂsia dan Australia, diakui Fathoni Indonesia masih cukup tertinggal dalam memenuhi kebutuhan BBM secara mandiri. Sebab, Indonesia hanya mampu memproduksi keÂbutuhan BBM bagi masyarakat sebesar 48 persen.
BBM ini terdiri dari miÂgas, diesel, kerosine dan hanya memasok 48 persen dari total kebutuhan. Sisanya ini diperoleh melalui impor,†ungkapnya.
Dikatakan, persentase itu berÂdasarkan survei statistik di 2013. Bila tidak dilakukan tindakan dalam memperbesar porsi peran domestik dalam menyuplai kebutuhan BBM, persentase itu akan terus menurun.
Ini tantangan, prediksi di taÂhun 2025 semua akan tergantung impor. Peran domestik untuk menyuplai BBM ke masyarakat hanya 38 persen, sisanya impor. Negara kita rawan ketahanan energi nasional,†tuturnya.
Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources Prima Mulyasari Agustini menÂgatakan, pemerintah harus menÂgurangi impor premium (bensin) setelah adanya peralihan pengÂgunakan premium ke pertamax.
Tren pengalihan konsumsi BBM jenis premium ke pertamax harus disikapi oleh pemerintah dengan cara mengurangi impor premium. Pasalnya, pengalihan konsumsi itu menandakan ada keinginan masyarakat untuk mendapatkan BBM yang lebih berkualitas.
Dengan mengurangi impor premium, berarti pemerintah mengarahkan masyarakat unÂtuk mengonsumsi bahan bakar yang lebih berkualitas serta ikut mendidik masyarakat untuk kurang mengkonsumsi BBM yang merusak lingkungan,†jelas Prima.
Kendati begitu, pemerintah tetap harus membangun kilang-kilang baru untuk memproduksi pertamax setelah ada kecendÂerungan keinginan pasar tentang bahan bakar yang lebih baik dan ramah lingkungan.
Jika kilang baru terbangun, untuk konsumsi di dalam negeri selanjutnya tidak mesti disuplai oleh BBM dari luar. Atau, kita membeli minyak mentah dari luar dan mengolahnya di dalam negeri dengan menggunakan kilang sendiri,†tuturnya.
Direktur Eksekutif Pusaka TrisakÂti Fahmi Habsyi meminta pemerinÂtah memindahkan dana APBN ke program percepatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Logika yang harus dibangun saat ini adalah mengurangi imÂpor BBM yang dinikmati mafia minyak dan birokrat korup,†ujarnya.
Menurut dia, pemerintahan saat ini tidak perlu menengok ke belakang dengan menyalahkan kebijakan pemerintahan sebelÂumnya yang membiarkan impor BBM jalan terus. Itu alasan klasik,†cetus Fahmi. ***