Pemerintah harus memberikan insentif dan membuat blue print pertanian yang jelas untuk kesejahteraan petani Indonesia.
"Pemerintah perlu membuat clusterisasi potensi keunggulan hasil pertanian dan pertenakan se-Indonesia, serta memberikan insentif yang cukup," kata Ketua Fraksi Partai Golkar, Ade Komarudin saat bertemu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, kemarin.
Akom, begitu disapanya, menyebutkan, di Bank Indonesia (BI) sudah ada data mengenai keunggulan hasil pertanian dan peternakan di setiap provinsi, kabupaten dan kota di seluruh wilayah Indonesia.
"Pemerintah tinggal mengclusterkan, selama ini kan oleh pemerintah belum diterapkan cluster itu," ujarnya.
Dari data BI tersebut, lanjut Kang Ade pemerintah harusnya bisa lebih cepat untuk melakukan implementasi atau langkah-langkan peningkatan hasil produksi pangan.
"Kalau itu dijalankan bukan hal yang mustahil kita akan kembali pada swasembada pangan di zaman pak Harto," jelasnya.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (Depinas) SOKSI ini kaget mengetahui kenaikan harga produksi pertanian tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan petani.
"BBM naik harga ongkos angkut pertanian juga ikut naik, yang untung pedagang bukan petani itu sendiri," cetusnya.
Akibat dari itu, menurut Ade, kini banyak pemuda dan pemudi yang tidak berminat berprofesi sebagai petani.Maka dari itu, pemerintah perlu memberikan insentif dan dibuat kebijakan khusus untuk membangkitkan motivasi pemuda-pemudi desa bertani.
"Di Amerika karena hasil produksi pertanian tidak imbang dengan hasil produksi industri maka dibuat regulasi dan insentif untuk memperkuat sektor pertanian," paparnya.
Menurut Ade, sangat berbahaya jika sebuah negara bahan pangannya semua impor. Untuk itulah harus dikurangi dengan cara meningkatkan produksi pangan.
"Bayangkan dari beras sampai sapi kita masih impor. Bahkan dimana Indonesia memiliki garis pantai yang panjang dan banyak saja garam saja kita impor," kesalnya.
Ia pun berjanji pada 13 Januari 2015 nanti, sesuai reses, akan segera menugaskan anggota fraksinya di Komisi 4 yang membidangi pertanian untuk melakukan rapat dengan pemerintah guna menyampaikan aspirasi dan keluhan para petani.
"Harapan saya program pemerintah di sektor pertanian harus banyak untuk meningkatkan hasil pertanian, termasuk saat rapat saya akan cek harga bibit produksi Sanging Sri, Badan Usaha Milik Negara, yang sebenarnya, karena dikeluhkan petani terlalu mahal.," terangnya.
Para pimpinan Gapoktan yang hadir berasal dari Desa Garogek, Desa Tarakan Salam, Desa Margaluyu, Desa Tegal Waru, Desa Cadas Mekar, Kecamatan Plered, dan Kecamatan Wanayasa. Para pimpinan Gapoktan tersebut secara bergiliran menyampaikan masukan dan keluhan atas permasalahan-permasalahan pertanian. Di antaranya mengenai infrastruktur pertanian yang tidak baik, pengadaan alat pertanian, pupuk, bibit hingga berkurangnya masyarakat desa yang ingin bertani.
Ketua Gapoktan desa Garogek, Taufik menyebutkan, sebelumnya daerahnya memang telah menerima bantuan Rp 100 juta dan sudah dibelikan alat semprot, pupuk dan alat pertanian lainnya. Namun masalah infrastruktur menjadi kendala dalam peningkatan hasil pertanian.
"Walau di daerah pegunungan kadar airnya kurang cukup dan lagi fasilitas pengiriman barang susah karena mobil tidak bisa masuk ke persawahan, akses jalan juga penting untuk bawa hasil pertanian," keluhnya.
Ketua Gapoktan Tegal Waru dan Cadas Mekar, H Nana membeberkan, barga benih padi yang biasa dibeli Rp 20 ribu sekarang meningkat pesat menjadi Rp 70 ribu per kantong, itu juga terjadi pada harga pupuk, dan obat.
"Tapi yang jadi masalah besar masalah sekarang pekerja Cadas Mekar atau buruh tani banyak yang nggak ada yang mau bertani lagi bahkan ibu-ibu penandur pun lebih senang jadi karyawan pabrik," ungkapnya
.[wid]