Semua pihak, termasuk pihak MNC harus menghormati dan mematuhi putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan pihak Siti Hardiyanti Rukmana dalam sengketa kepemilikan stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).
Demikian ditegaskan salah satu Direksi TPI, Habiburokhman, kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung Granadi, Jakarta, Sabtu (13/12). Dia didampingi kuasa hukum TPI, Harry Ponto SH.
"Terlepas dari keputusan BANI kemarin, kita tetap harus menghormati dan mematuhi putusan PK MA yang memenangkan pihak kami. Negara Indonesia adalah negara hukum dan keputusan MA bersifat final dan mengikat," tegas Habiburokhman.
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) telah mengeluarkan keputusan penting dalam kasus PT Berkah Karya Bersama dalam melawan Mbak Tutut, sapaan akrab Siti Hardiyanti Rukmana. BANI menolak permohonan PT Berkah selaku pemohon agar badan itu menyatakan RUPS. Luar Biasa tanggal 18 Maret 2005 (versi MNC) sah dan mempunyai kekuatan mengikat serta RUPS yang dilaksanakan 17 Maret 2005 (versi Mbak Tutut) tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Namun BANI memutuskan RUPS yang sah adalah yang dilaksanakan versi Mbak Tutut.
Menurut Habiburohman konsekuensi dari ditolaknya pengesahan RUPS Luar Biasa yang dilaksanakan 8 Maret 2005 maka segala hasilnya dan segala perbuatan yang dilakukan setelahnya, termasuk penjualan saham ke MNC dan perubahan Calla Sign TPI menjadi MNC, tidak sah.
"Sebaliknya karena penolakan pengesahan RUPS Luar Biasa 28 Maret 2005 oleh BANI maka posisi kepemilikan saham dan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) kembali seperti sebelum pelaksanaan RUPS Luar Biasa tersebut, yaitu mayoritas saham dimiliki Mbak Tutut," katanya.
Tak itu saja, dari keputusan BANI tersebut maka susunan Direksi dan Komisaris PT CPTI, menurut Harry Ponto, harus dirunut berdasarkan hasil RUPS yang dilaksanakan pada 17 Maret 2005. Bahkan, segala tindakan pihak Mbak Tutut, dbaik rapat-rapat, keputusan-keputusan maupun setiap dan segala perikatan yang dibuat serta segala tindakan hukum lainnya yang dilaksanakan berdasarkan RUPS 17 Maret 2005 adalah sah dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Namun meskipun keputusan BANI disambut baik, Harry Ponto mengatakan ada beberapa kejanggalan dalam putusan BANI tersebut. Yang paling menonjol adalah diktum yang menyatakan Mbak Tutut telah melakukan wanprestasi karena mencabut surat kuasa mutlak yang pernah diberikan kepada PT Berkah.
Harry Ponto menegaskan diktum putusan itu sangat tidak tepat karena mencabut surat kuasa sesungguhnya adalah hak pemberi kuasa. Bahkan diktum itu bertentangan dengan arus besar dari sikap para pakar hukum yang menganggap kalau surat kuasa mutlak tidak bisa dicabut kembali adalah praktik hukum yang tidak baik dan tidak lazim.
"Bahkan instruksi Mendagri Nomor 14 tahun 1982 melarang pengguna surat kuasa mutlak dalam pemindahan hak kepemilikan. Sebab, dalam praktiknya surat kuasa mutlak kerap disalahgunakan untuk menjerat dan memperdaya pemberi kuasa. Biasanya dipakai untuk bisnis kotor," katanya.
Dengan keputusan MA dan BANI tersebut, TPI dalam waktu dekat akan memulai aktivitas siarannya.
Menurut Sekretaris Perusahaan TPI Melki Lakalena, pihaknya siap melakukan langkah korporasi menindaklanjuti keputusan hukum PK MA yang memenangkan Mbak Turut dan dikuatkan putusan BANI.
"Kami tengah menyiapkan hal-hak teknis," kata Melki.
[ald]