Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana memÂbentuk Âlembaga pemÂbiayaan inÂdustri sebagai alternatif untuk membiayai sektor industri. LemÂbaga tersebut dibentuk seiring tingÂginya BI Rate yang sebeÂlumnya 7,5 persen menjadi 7,75 persen.
Sekjen Kemenperin Ansari Bukhari mengatakan, naiknya BI Rate membuat bank makin sulit membiayai sektor industri. Sebab sektor ini kalah pamor dengan sektor lain seperti bidang konÂsumsi.
Bank lebih memilih sektor lain untuk memberikan pinjaman, karena sektor industri lebih lama baliknya,†ujar Anshari di Kantor Kemenperin, kemarin.
Investor pun bakal enggan berÂinvesÂtasi di dalam negeri. Sebab bunga pinjaman bank makin besar. MenurutÂnya, pemÂbentukan lemÂbaga ini semata-mata sebagai dukungan untuk memperkuat investasi di sektor indusÂtri. Lembaga ini menaÂwarkan bunga pinjaman yang lebih murah.
Pembentukan lembaga ini bakal dibawa dalam pembahasan RanÂcangan Undang-Undang (RUU). Mudah-mudahan, kata dia, 2015 ini sudah dilakukan pemÂbahasan (di Program LegisÂlasi Nasional). Naskahnya sendiri sudah selesai.
Permodalan lembaga pemÂbiayaan ini akan mencontoh lemÂbaga pembiayaan ekspor yang sumber dananya berasal dari AngÂgaran Pemerintah dan Belanja Negara (APBN). Namun, AnsaÂri tak menyebutkan secara detail berapa modal awal yang akan disetor pada lembaga pembiayaan khusus industri tersebut.
Detailnya saya belum hafal, tapi itu kita minta dari APBN, sebagaimana lembaga pemÂbiayaan ekspor. Nantinya suku bunga (pinjaman) itu harus lebih rendah, sifatnya jangka panjang, ada konsekuensi resiko gagal juga yang tinggi,†tandasnya.
Selain mempercepat pembenÂtukan lembaga pembiayaan inÂdustri, Kementerian PerindusÂtrian juga berencana menaikkan preÂferensi harga produk lokal untuk pengadaan barang dan jasa menjadi 25 persen lebih mahal dari barang impor. Hal tersebut masuk dalam Rancangan PerÂatuÂran Pemerintah tentang PeÂningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) yang dijadwalkan terbit akhir Februari 2015. â€Kami usulkan 25 persen dari tadinya 15 persen,†ujar Ansari.
Menurutnya, salah satu fokus Kemenperin pada saat ini adalah menuntaskan segera PP P3DN, yang nantinya akan mewajibkan pengadaan barang dan jasa seluruh instansi pemerintah dan BUMN menggunakan produk dalam negeri. Ketentuan itu berlaku untuk pengadaan barang dari sektor industri yang tingkat P3DN sudah di atas 10 persen.
Ansari menjelaskan aturan yang mewajibkan penggunaan produk dalam negeri selama ini bersifat parsial untuk instansi pemerintah dan BUMN, masing-masing berupa Peraturan Presiden. Kedua aturan tersebut dinilai tidak efektif dan justru menimbulkan keraguan bagi pelaksana di lapangan.
Dia menjelaskan realisasi P3DN saat ini baru sekitar 33 persen dari target 40 persen pada tahun ini. Dengan berlakunya PP tersebut diharapkan target tersebut tercapai pada 2015. Ke depan kalau bisa lebih tinggi kita akan dorong,†katanya.
Ketua Umum Asosiasi PenguÂsaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi meminta agar lembaga pembiayaan industri yang sedang dirancang Kemenperin memÂberikan bunga di bawah 10 persen per tahun. ***