Berita

presiden joko widodo/net

Politik

AS Hikam: Empat Blunder Jokowi Versi Denny JA Perlu Diapresiasi dan Dicermati

MINGGU, 23 NOVEMBER 2014 | 01:16 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dikenal sebagai salah seorang tokoh yang memiliki peran tidak sedikit di balik kemenangan Joko Widodo dalam Pilpres 2014 yang lalu. Denny JA bahkan ikut turun ke lapangan menggerakkan relawan di lapangan, khususnya di Pulau Jawa, di saat-saat terakhir menjelang hari-H. Ketika itu, bayangan kekalahan mulai menghampiri Jokowi.

Maka, adalah sesuatu yang cukup menarik perhatian bila kini Denny JA mulai menyampaikan pandangan-pandangan yang dianggap sementara kalangan bernada miring mengenai jalan pemerintahan Jokowi. Hari Jumat kemarin (21/11), Denny JA menyampaikan empat blunder yang dilakukan pemerintahan Jokowi.

Catatan Denny JA itu diperbincangan sejumlah pihak, termasuk pengamat politik Muhammad AS Hikam yang pernah menjadi anggota DPR RI.


Dalam catatan di halaman Facebook miliknya, Hikam mengatakan bahwa keempat blunder yang disampaikan Denny JA itu perlu dicermati dan diapresiasi.

Berikut adalah komentar lengkap Hikam itu.

CATATAN Denny JA (DJA) tentang empat blunder Presiden Jokowi, saya kira menarik utk dicermati dan dikritisi. Posisi DJA yang sebelumnya merupakan salah seorang pendukung capres Jokowi sangat penting jika saat ini dia justru berbalik menjadi oposan.

Apalagi sebagai pemilik sebuah lembaga survei yang berpengaruh (LSI), tentu pandangannya tidak sekadar karena sentimen pribadi, tetapi juga ditopang oleh jajak pendapat yang kini semakin mendapat tempat dalam mempengaruhi keputusan-2 publik dan juga trend (kecenderungan) politik.

Demikian juga, catatan DJA perlu dikaitkan dengan performa Presiden Jokowi selama sebulan terakhir ini yang menjadi perhatian publik, pasar, korporasi, dan juga dunia internasional.

Blunder pertama dan kedua yg disebut DJA, tentang janji Jokowi mengenai kabinet yg ramping dan non-transaksional, kini mulai mendapat banyak sorotan bukan hanya dari oposisi, tetapi juga dari dalam kubu PDIP sendiri.

Tak kurang dari tokoh PDIP seperti Effendi Simbolon (ES) yang melontarkan kritik keras thd beberapa menteri yg menurutnya neoliberal dan menguasai sektor-2 strategis Migas.

Kualitas Menteri dari PDIP seperti Yasonna Laoly (YL) dan Tjahjo Kumolo (TK) serta Puan Maharani, juga dipertanyakan ketika mereka menghandel masalah-2 yg menjadi tupoksinya.

Demikian pula kemampuan komunikasi publik para Menterinya seperti Menteri ESDM dan Menkeu dalam menyosialisasikan kebijakan sensitif seperti kenaikan BBM yang masih kontroversial. Mungkin publik masih akan memberi kesempatan kepada mereka utk memperbaiki kapasitas-2 pribadi dan itu sangat mungkin dilakukan. Yang sangat susah adalah jika mereka-2 sdudah terkait dan/atau mewakili kepentingan ideologis dan kelompok-2 yang sejatinya bertentangan secara diametral dengan paradigma yg digunakan Presiden Jokowi dalam memerintah.

Blunder ketiga dan keempat yg ditunjukkan DJA, hemat saya masih sulit utk digunakan sebagai alat penilai bagi Presiden Jokowi.

Masalah kenaikan harga BBM memang masih pro kontra di kalangan elite politik, khususnya pihak yang menjadi oposisi seperti KMP. Namun kesiapan Presiden Jokowi dalam mengantisipasi reaksi negatif tsb juga sangat jelas dan bisa diterima oleh pasar serta publik.

Hasil jajak pendapat DJA saya kira lebih menunjukkan reaksi sesaat dan perlu dicermati secara hati-2 dan, jika perlu, diikuti dg jajak pendapat beberapa bulan setelah kebijakan BBM itu dibuat dan bagaimana Pemerintah Jokowi meresalisasikan kompnesai dan realokasi subsidi BBM seperti yg dijanjikan.

Mengenai Jaksa Agung baru, saya melihat reaksi negatif yg muncul tidak cukup signifikan. Namun Jakgung baru akan menjadi salah satu titik yang menjadi sorotan publik jika ia tak mampu menunjukkan komitmennya pada pemberantasan korupsi seperti KPK.

Saya kira catatan-2 DJA perlu diapresiasi dan diperhatikan oleh Presiden Jokowi karena mencerminkan keprihatinan dari sebagian publik terhadap perkembangan pemerintahan beliau. Harapan publik yang sangat besar kepada pemerintah baru bisa saja menjadi pendorong dan penyemangat, tetapi jika harapan tersebut tersia-sia justru akan berbalik merugikannya. [dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya