Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Jakarta mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Barat untuk memerintahkan Kapolresta Bogor mempercepat pengusutan kecelakaan maut di Jembatan Jonggol Ciawi Jawa Barat, Sabtu dini hari lalu (15/11).
Hingga lima hari setelah kejadian, Kepolisian Resort Kota (Polresta) Bogor belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan pengusutan kecelakaan yang menewaskan lima orang meniggal dan dua lainnya terluka itu.
"Medesak Kapolri, Cq Kapolda Jawa Barat menindak tegas aparat Polresta Bogor atas tindakan mereka yang dengan sengaja telah menyerahkan barang-barang bukti (besi dan kerangka baja) kepada pemilik truk maut, yaitu PT Bristol Jaya Steel," ujar Sekertaris Majelis Anggota PBHI-Jakarta, Hendrik Sirait, dalam pesan elektroniknya kepada redaksi (Kamis, 20/11).
Tiga dari lima korban meninggal adalah anggota PBHI Jakarta. Hendrik mengecam keras Polresta Bogor yang terkesan lamban dan cenderung mendiamkan kasus ini. Hampir sepekan setelah kejadian, pihak Polresta Bogor belum menyampaikan apa penyebab kecealaan. Alih-alih itu, Polresta Bogor belum meminta keterangan korban selamat, yaitu Ketua PBHI Jakarta, Poltak Agustinus Sinaga dan Kadiv. Advokasi Simon Tambunan yang saat ini masih dirawat di RS Medistra, Jaksel.
Dari pengumpulan fakta di lapangan, PBHI Jakarta mengetahui pemilik kendaraan truk bernopol B 9301 VQA adalah PT. Bristol Jaya Steel, sebuah perusahaan konstruksi baja yang beralamat di Jl. KH Hasyim Ashari Nompr 18 A, Tanggerang, Banten. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, patut diduga truk tersebut melakukan sejumlah pelanggaran terkait dengan beban muatan barang yang melebihi beban kapasitas angkut.
"Kapasitas beban muatan barang di truk seharusnya tidak melebihi 9 ton tapi faktanya berat beban angkutan besi dalam truk mencapai 12 ton," papar Hendrik.
"Selain itu PBHI juga menemukan perawatan truk tidak beres karena tidak dilakukan uji berkala secara benar," sambung dia.
Dari dua temuan tersebut, katanya, jelas perusahaan truk telah melakukan pelanggaran UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ironisnya, sampai saat ini pemilik truk secara kemanusiaan juga tidak pernah muncul dan meminta maaf kepada korban selamat dan keluarga korban meninggal.
Hendrik pun menyayangkan langkah Polres Bogor yang telah menyerahkan muatan di dalam truk kepada perusahaan truk berupa kerangka besi dan baja. Padahal, kerangka besi dan baja itu adalah barang bukti yang sebagian diduga kuat menusuk para korban meninggal dunia.
Dia meminta Polresta Bogor menangkap dan mengadili pimpinan manajemen Perusahaan PT Bristol Jaya Steel sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada seluruh korban meninggal dunia dan luka-luka.
"Sesuai UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, atas kelalaiannya, pemilik truk harus ditangkap dan diadili. Pemilik truk dapat dipidana penjara 12 tahun penjara," desaknya.
Selain pidana, menurut Hendrik, pemilik truk menurut UU tersebut, wajib memberikan ganti rugi, mengganti kerugian, perawatan serta penguburan.
"Apabila tuntutan ini diabaikan, PBHI Jakarta, korban dan keluarga korban akan segera mengambil langkah hukum sebagaimana mestinya," demikian Hendrik.
[dem]