Upaya keras Kementerian Perhubungan untuk tetap membangun Pelabuhan Cilamaya, Karawang, dinilai sebagai bentuk tunduknya pemerintah terhadap kepentingan asing.
Menurut akademisi Universitas Pelita Harapan (UPH), Prof Tjipta Lesmana, Jepang memang menginginkan agar pelabuhan Cilamaya segera dibangun dengan maksud agar proses distribusi otomotif dari negeri sakura itu berjalan lancar.
"Ironis jika pemerintah hanya mementingkan pembangunan pelabuhan tersebut demi melayani produsen otomotif, terutama yang memproduksi kendaraan murah,"kata Tjipta, Rabu (19/11)
Tjipta mengatakan, pemerintah seharusnya tak mengakomodir keinginan Jepang membangun pelabuhan namun menutup sumur minyak, Blok Offshore North West Java (ONWJ) milik PT Pertamina.
"Batalkan saja, daripada kita cari sumur migas baru, yang pastinya akan menyusahkan. Kalau sumur sampai harus ditutup, tentu pemerintah Indonesia sangat rugi, sebaiknya dibatalkan, rugi kita," pintanya.
Sementara itu aktivis Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Ayip Abdullah berpendapat, dari perspektif pangan, pembangunan Pelabuhan Cilamaya setidaknya akan mengalihfungsikan sebanyak 600 hektar lahan pertanian aktif di daerah Karawang.
Berdasarkan catatan, papar Ayip ,di Karawangan sendiri pada tahun 2011 telah terjadi alih fungsi lahan sekitar 180-2 ribu hektar sawah untuk kepentingan industri otomotif dan ritel. Saat ini, luasan baku pertanian kian menyusut dari 94 ribu hektar menjadi 92 ribu hektar.
"Belum lagi nanti ada proyek pembangunan pelabuhan. Pastinya, alih fungsi lahan akan terus bertambah. Karawang sebagai basis swasembada pangan, tidak mampu mempertahankannya, gara-gara banyaknya alih fungsi lahan untuk kepentingan lain," tambahnya.
[wid]