Berita

Jakarta International School (JIS)

On The Spot

Telekonferensi, TV 42 Inci Digotong Ke Ruang Sidang

Hakim Minta Ibu Siswa JIS Jangan Dekat-dekat
KAMIS, 06 NOVEMBER 2014 | 08:32 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Dua petugas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tampak sibuk menggotong televisi berukuran besar. Televisi berlayar 42 inci itu dibawa masuk ke dalam ruang sidang di lantai dasar. Tak hanya satu, tapi tiga. Televisi itu dijejerkan menghadap meja majelis hakim. Setelah perangkat elektronik diuji coba dan siap dipakai, persidangan pun dimulai.

Kemarin, PN Jakarta Selatan kembali menyidangkan kasus pelecehan terhadap siswa Jakarta International School (JIS). Dalam persidangan itu, MAK, siswa yang diduga dari korban pele­ce­han dimintai keterangan lagi le­wat telekonferensi.

Korban dihadirkan melalui video jarak jauh,” kata Patra Mi­­jaya Zein, kuasa hukum terdakwa Agun Iskandar dan Vir­giawan. Agun dan Awan adalah petugas ke­bersihan PT Indonesia Servant Ser­vice (ISS) yang di­tempatkan di JIS.

Sama seperti sebelumnya, per­sidangan kasus ini berlangsung tertutup karena menyangkut ka­sus anak dan susila.

Seperti apa jalannya per­si­da­ngan lewat telekonferensi itu?

Patra membeberkan, MAK be­bas memberikan keterangan de­ngan lancar. Majelis hakim me­ngakomodir catatan-catatan yang disampaikan pihaknya pada si­dang telekonferensi sebelumnya.

Di sidang terdahulu, ibu kor­ban bereaksi ketika anak tidak men­jawab sesuai dengan ke­ingin­an­nya,” kata Patra.

Kali ini, majelis hakim me­minta Theresia Pipit, ibu MAK ja­­ngan dekat-dekat karena dikha­watirkan bisa mempengaruhi ke­saksian anaknya. Sang ibu me­ngambil posisi di belakang anak­nya dalam telekonferensi. Bukan di samping seperti sidang sebelumnya.  

Majelis minta ibunya (duduk) di belakang. Anaknya bebas me­nyampaikan kok. Ketika ibunya tidak di samping, korban bebas dan santai dalam menjawab per­ta­nyaan,” ungkap Patra.

Pihak kuasa hukum terdakwa pernah mengeluhkan gerak-gerik ibu korban yang duduk di sam­ping saat telekonferensi dalam si­dang terdahulu karena dianggap bisa mempengaruhi jawaban kor­ban. Kita minta kepada ma­je­lis ha­kim, meskipun saksi harus di­dampingi, pendamping jangan memengaruhi saksi,” kata Patra.

Seperti apa kesaksian MAK?  Anaknya lancar (dalam mem­be­rikan keterangan), tetapi ke­te­ra­ngan dia imajinatif sekali. Bisa saja ada false memories dia se­ba­gai anak-anak,” nilai Patra. Lan­taran itu, pihaknya akan meng­ha­dirkan ahli yang dapat menelaah kebe­na­ran dari kesaksian MAK selama ini.

Sebelumnya, MAK pernah di­hadirkan di persidangan. Ia pun datang ke PN Jaksel mengena­kan kostum superhero yang menutupi wajahnya. Setelah menjalani per­sidangan, bocah itu kecapekan. Ia pun dibawa keluar ayahnya, Martin, ke luar sidang dengan di­gendong. Bocah itu ter­lelap di gendongan.

Majelis hakim memutuskan kesaksian MAK ditunda. Kesak­sian dilanjutkan lewat te­lekon­fe­rensi. Kuasa hukum sempat pr­o­tes keterangan korban didengar le­wat telekonferensi. Kalau me­mang mau telekonferensi kenapa nggak dari awal saja?” protes Patra saat itu. Meski awalnya ke­be­ratan, pihak kuasa hukum ak­hir­nya sepakat kesaksian korban didengar dari jarak jauh dengan media video.

Telekonferensi yang dilakukan di persidangan kemarin meru­pa­kan permintaan kuasa hukum se­telah mencermati keterangan para dokter yang melakukan visum terhadap korban. Ada beberapa per­tanyaan yang akan diajukan kepada korban,” kata Patra pada persidangan 22 Oktober lalu.

Dalam persidangan hari itu menghadirkan dokter forensik RSCM yang membuat la­poran visum terhadap MAK. Dok­ter Oktavinda Safitry mema­par­kan hasil pemeriksaan terha­dap kon­disi fisik MAK yang di­la­kukan pada 25 Maret 2014 me­nun­jukkan, tidak ada ketidak­nor­mal­an seperti layaknya korban ke­kerasan seksual.

Oktavinda mengatakan, peme­riksaan terhadap MAK tak bisa dilakukan hanya sekali. Seha­rusnya orangtua korban kem­bali membawa anaknya ke RSCM untuk melakukan peme­riksaan. Namun, hal itu tak dilakukan.  Orangtua korban justru mem­ba­wa ke rumah sakit lain.

Hasil visum yang dibuat Ru­mah Sakit Pondok Indah (RSPI) bernomor 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tertanggal 21 April 2014 me­­nyebutkan bahwa hasil peme­riksaan visual dan perabaan pada anus korban, tidak menunjukkan adanya kelainan.

Meski mirip dengan hasil vi­sum RSCM, pihak kuasa hu­kum tetap mempertanyakan hasil vi­sum yang dibuat RSPI. Pasalnya, tidak ditandatangani dokter yang bertanggung jawab atas laporan itu. Kalau visum RSCM, di ber­kasnya ada nama ahli yang me­meriksa (yaitu) Oktavinda. Kalau RSPI, nggak ada,” kata Patra.

Selain itu, dokter RSPI yang me­lakukan pemeriksaan terhadap korban tidak turut diminta kete­rangan oleh polisi. Artinya, do­k­ter itu tidak ikut menjadi saksi di per­sidangan. Sementara dua dok­ter dari RSCM dan SOS Medika yang juga melakukan pemerik­sa­an terhadap korban, turut menjadi saksi di persidangan.

Rencananya, persidangan Rabu pekan depan akan meng­ha­dir­kan dokter RSPI yang m­e­la­ku­kan vi­sum terhadap AK.

Polisi Limpahkan 2 Guru JIS Ke Kejaksaan


Hari ini rencananya penyidik Polda Metro Jaya akan melim­pah­kan kedua tersangka kasus pelecehan siswa JIS, Neil Bentle­man dan Ferdinant Tjiong ke ke­jaksaan. Keduanya guru di se­ko­lah internasional itu.

Direktur Reserse Kriminal Umum Komisiaris Besar Heru Pra­noto akan mengantarkan lang­sung pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Selama ini Neil dan Ferdinant menjadi taha­nan polisi. Setelah dilimpahkan, keduanya akan menjadi tahanan kejaksaan.

Sebelumnya, pihak Kejati DKI telah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya menjelang pelimpa­han ini. Biasanya sehari jelang pe­lim­pahan tahap kedua ada koordinasi. Kami siap menerima pe­limpahan tahap kedua, tersang­ka dan barang bukti,” ujar Kepala Seksi Penera­ngan Hukum dan Hu­mas Kejati DKI jakarta Waluyo.

­Untuk diketahui, berkas ke­kerasan siswa JIS dengan ter­sang­ka dua guru dinyatakan leng­kap (P21) oleh pihak Kejati DKI pada 28 Oktober lalu.

Sudah tiga bulan dua guru JIS itu mendekam di tahanan Polda Metro. Setiap hari keduanya se­lalu mendapatkan kunjungan dari banyak orang. Selama waktu be­suk yakni Senin-Kamis, baik orangtua murid JIS, anak murid, serta karyawan dan keluarga ke­duanya kerap membesuk ke taha­nan Polda Metro. Terlebih istri Fer­dinant, Sisca yang setiap Se­nin-Kamis tidak pernah absen ber­kunjung ke tahanan Polda Metro.

Sepanjang waktu besuk itu, Sisca setia menemani suaminya ter­masuk menerima kunju­ngan dari pembesuk lain. Tidak hanya Sisca, setiap Kamis, Mag­da, ibun­da dari Ferdinant juga se­lalu mengun­jungi anaknya tersebut.

Terkadang, demi melepas rindu kedua anaknya dengan Ferdinant, dalam beberapa kali kesempatan mereka diba­wa ke tahanan. Saya rutin setiap waktu besuk, dari pa­gi sampai jam besuk habis selalu di tahanan menemani Ferdinant,” kata Sisca saat besuk pekan lalu.

Lalu apa saja yang dilakoni Sisca di dalam tahanan? Ia men­jawab, di dalam tahanan banyak bercerita dan bercengkerama de­ngan sang suami.

Tidak hanya itu, Sisca juga de­ngan setia menemani Ferdinant me­nerima kunjungan dari para pembesuk. Karena setiap hari pas­ti ada yang berkunjung,” katanya.

Atas kasus yang membelit sang suami tercinta, Sisca ber­harap ka­susnya bisa segera se­lesai dan se­gera disidangkan se­adil-adilnya.

Wali Kelas Dicecar Soal Foto Siswa

Dalam persidangan sebelum­nya, Senin (3/11), me­ng­ha­dirkan dua guru JIS. Yakni, Mur­phy Neal Von dan Lusiana Ch­ris­tina Siahaan. Murphy adalah wali kelas MAK, siswa yang diduga jadi korban pelecehan seksual.

Murphy beberapa kali di­panggil untuk menjadi saksi di persidangan lima terdakwa pe­tugas kebersihan PT Indo­nesia Servant Service (ISS). Namun tak datang. Kenapa?

Surat pertama alamatnya ti­dak jelas sehingga surat ini kem­bali lagi ke Kantor Pos di Fat­mawati. Surat kedua pun begitu, alamatnya masih kurang jelas,” kata Murphy di Pe­nga­dilan Ne­geri (PN) Jakarta Selatan.

Murphy pun menunjukkan kedua surat tersebut. Dalam su­rat pertama, alamat yang tertu­lis di amplopnya yakni Jalan Te­rogong Raya, Cilandak, Ja­karta Selatan.

Pada surat pemanggilan ke­dua, pihak pengadilan me­nam­bahkan keterangan Jakarta In­ternational School, sehingga ala­mat lengkapnya menjadi ber­tuliskan Jakarta International School, Jalan Terogong Raya Ci­landak Jakarta Selatan. Sete­lah mendapat surat panggilan itu, Murphy pun datang ke PN Ja­karta Selatan untuk mem­be­ri­kan kesaksian.

Di persidangan yang berlang­sung tertutup, Murphy me­nga­takan, tidak ada anak muridnya yang keluar dari kelas tanpa se­pe­ngetahuannya selama lebih dari lima menit. Keterangan ini disampaikan Patra Mijaya Zein, pengacara terdakwa Agun dan Virgiawan.

Tidak pernah ada anak pergi keluar kelas lebih dari lima me­nit di luar pantauan guru. Sudah pas­ti guru atau asistennya akan mengecek kalau anak keluar le­bih dari lima menit,” kata Patra.

Kesaksian wali kelas ini mem­bantah keterangan yang ter­da­pat di Berita Acara Peme­riksaan (BAP) kasus ini. Di BAP salah satu terdakwa dise­butkan bah­wa dia berjalan kaki dari JIS ca­bang Cilandak ke JIS cabang Pondok Indah.

Itu butuh waktu 15 menit, kata gurunya. Itu ke­la­maan,” ujar Patra. Sementara guru akan mencari siswa jika ke­luar dari kelas lebih dari 5 menit.

Patra juga mengungkapkan, di persidangan Murphy ditanya mengenai kondisi MAK, salah satu anak asuhnya di kelas se­lama Desember 2013 hingga Ma­ret 2014. Pelecehan terhadap MAK diduga terjadi pada ren­tang waktu itu.

Saksi me­ny­e­but­kan korban melakukan aktivitas seperti hari-hari biasa dan tetap ceria. Tidak ada unsur trauma atau hal-hal aneh pada diri korban ketika berada di sekolah,” katanya.

Murphy lalu dikonfrontir de­ngan sejumlah foto kegiatan yang dilakukan AK di JIS. Be­berapa foto yang dibenarkan sak­si adalah kegiatan MAK yang bermain perosotan di tang­gal 19 Maret 2014 pukul 10.37 WIB dan wajah ceria MAK ke­tika bermain di kelas dengan siswa lain pada 20 Maret 2014 pukul 10.30 WIB,” tutur Patra. Murphy membenarkan foto ter­sebut sebab dia sendiri yang me­ngambilnya untuk merekam ak­tivitas para anak asuhnya.

Majelis hakim, lanjut Patra, sa­ngat antusias untuk mendal­a­mi keterangan Murphy terkait foto dan pengambilan foto-foto tersebut di kelas. Murphy me­ne­gaskan bahwa semua foto mengenai aktivitas korban pada tanggal-tanggal yang diper­li­hat­kan adalah asli dan bisa diuji.

Sangat tidak masuk akal anak usia 6 tahun mengalami so­domi 13 kali tidak menunjukkan perubahan. Apalagi bisa ber­main perosotan dan tetap ceria hanya 2 hari setelah kejadian,” nilai Patra.

Murphy juga menyampaikan, se­jak Agustus 2013 hingga Ma­ret 2014 tidak pernah ada kom­plain dari orang tua MAK soal guru, nanny (pengasuh), sekuriti dan petugas kebersihan. Sepe­ngetahuannya, Theresia Pipit, ibu MAK tidak pernah men­dam­pingi anaknya di sekolah. Yang mengantar sekolah itu ayahnya dan yang jemput nanny (pengasuh)-nya,” ungkap Patra.

Masih mengutip keterangan Murphy, orangtua boleh men­dampingi siswa masuk ke seko­lah, bahkan hingga ke dalam ke­las. Jadi tidak ada alasan ibu­nya tidak bisa mengawasi anak­nya,” kata Patra.

Sementara saksi kedua, guru Lusiana Christina Siahaan di per­sidangan menyampaikan bahwa sistem pengawasan di JIS sangat ketat. Setiap aktivitas siswa selalu dilakukan dalam kontrol penuh dari guru. Apa­lagi banyak orangtua siswa yang ikut menunggu di sekolah.

Guru Lusiana juga men­je­laskan bahwa setiap peru­ba­han pada siswa akan sangat ke­li­hatan karena guru sangat de­kat dengan para siswa. Se­men­tara pada korban tidak ada yang be­rubah, dia tetap ber­main ce­ria se­perti biasa dan ter­lihat bu­gar. Kalau ada hal ke­cil pun kami pas­ti akan tahu,” kutip Patra. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

UPDATE

Muhibah ke Vietnam dan Singapura

Selasa, 08 Oktober 2024 | 05:21

Telkom Investasi Kesehatan Lewat Bantuan Sanitasi Air Bersih

Selasa, 08 Oktober 2024 | 04:35

Produk Olahan Bandeng Mampu Datangkan Omzet Puluhan Juta

Selasa, 08 Oktober 2024 | 04:15

Puluhan Anggota OPM di Intan Jaya Kembali ke NKRI

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:55

70 Hakim PN Surabaya Mulai Lakukan Aksi Mogok

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:30

Gotong Royong TNI dan Rakyat

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:15

Pemerintahan Jokowi Setengah Hati Bahas Kesejahteraan Hakim

Selasa, 08 Oktober 2024 | 02:50

Perkuat Digitalisasi Maritim, TelkomGroup Hadirkan Satelit Merah Putih 2

Selasa, 08 Oktober 2024 | 02:20

Prabowo Harus Naikan Gaji Hakim Demi Integritas dan Profesionalitas

Selasa, 08 Oktober 2024 | 01:55

Tertangkap, Nonton Perayaan HUT ke-79 TNI Sambil Nyopet HP

Selasa, 08 Oktober 2024 | 01:35

Selengkapnya