Dua petugas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tampak sibuk menggotong televisi berukuran besar. Televisi berlayar 42 inci itu dibawa masuk ke dalam ruang sidang di lantai dasar. Tak hanya satu, tapi tiga. Televisi itu dijejerkan menghadap meja majelis hakim. Setelah perangkat elektronik diuji coba dan siap dipakai, persidangan pun dimulai.
Kemarin, PN Jakarta Selatan kembali menyidangkan kasus pelecehan terhadap siswa Jakarta International School (JIS). Dalam persidangan itu, MAK, siswa yang diduga dari korban peleÂceÂhan dimintai keterangan lagi leÂwat telekonferensi.
Korban dihadirkan melalui video jarak jauh,†kata Patra MiÂÂjaya Zein, kuasa hukum terdakwa Agun Iskandar dan VirÂgiawan. Agun dan Awan adalah petugas keÂbersihan PT Indonesia Servant SerÂvice (ISS) yang diÂtempatkan di JIS.
Sama seperti sebelumnya, perÂsidangan kasus ini berlangsung tertutup karena menyangkut kaÂsus anak dan susila.
Seperti apa jalannya perÂsiÂdaÂngan lewat telekonferensi itu?
Patra membeberkan, MAK beÂbas memberikan keterangan deÂngan lancar. Majelis hakim meÂngakomodir catatan-catatan yang disampaikan pihaknya pada siÂdang telekonferensi sebelumnya.
Di sidang terdahulu, ibu korÂban bereaksi ketika anak tidak menÂjawab sesuai dengan keÂinginÂanÂnya,†kata Patra.
Kali ini, majelis hakim meÂminta Theresia Pipit, ibu MAK jaÂÂngan dekat-dekat karena dikhaÂwatirkan bisa mempengaruhi keÂsaksian anaknya. Sang ibu meÂngambil posisi di belakang anakÂnya dalam telekonferensi. Bukan di samping seperti sidang sebelumnya.
Majelis minta ibunya (duduk) di belakang. Anaknya bebas meÂnyampaikan kok. Ketika ibunya tidak di samping, korban bebas dan santai dalam menjawab perÂtaÂnyaan,†ungkap Patra.
Pihak kuasa hukum terdakwa pernah mengeluhkan gerak-gerik ibu korban yang duduk di samÂping saat telekonferensi dalam siÂdang terdahulu karena dianggap bisa mempengaruhi jawaban korÂban. Kita minta kepada maÂjeÂlis haÂkim, meskipun saksi harus diÂdampingi, pendamping jangan memengaruhi saksi,†kata Patra.
Seperti apa kesaksian MAK? Anaknya lancar (dalam memÂbeÂrikan keterangan), tetapi keÂteÂraÂngan dia imajinatif sekali. Bisa saja ada false memories dia seÂbaÂgai anak-anak,†nilai Patra. LanÂtaran itu, pihaknya akan mengÂhaÂdirkan ahli yang dapat menelaah kebeÂnaÂran dari kesaksian MAK selama ini.
Sebelumnya, MAK pernah diÂhadirkan di persidangan. Ia pun datang ke PN Jaksel mengenaÂkan kostum superhero yang menutupi wajahnya. Setelah menjalani perÂsidangan, bocah itu kecapekan. Ia pun dibawa keluar ayahnya, Martin, ke luar sidang dengan diÂgendong. Bocah itu terÂlelap di gendongan.
Majelis hakim memutuskan kesaksian MAK ditunda. KesakÂsian dilanjutkan lewat teÂlekonÂfeÂrensi. Kuasa hukum sempat prÂoÂtes keterangan korban didengar leÂwat telekonferensi. Kalau meÂmang mau telekonferensi kenapa nggak dari awal saja?†protes Patra saat itu. Meski awalnya keÂbeÂratan, pihak kuasa hukum akÂhirÂnya sepakat kesaksian korban didengar dari jarak jauh dengan media video.
Telekonferensi yang dilakukan di persidangan kemarin meruÂpaÂkan permintaan kuasa hukum seÂtelah mencermati keterangan para dokter yang melakukan visum terhadap korban. Ada beberapa perÂtanyaan yang akan diajukan kepada korban,†kata Patra pada persidangan 22 Oktober lalu.
Dalam persidangan hari itu menghadirkan dokter forensik RSCM yang membuat laÂporan visum terhadap MAK. DokÂter Oktavinda Safitry memaÂparÂkan hasil pemeriksaan terhaÂdap konÂdisi fisik MAK yang diÂlaÂkukan pada 25 Maret 2014 meÂnunÂjukkan, tidak ada ketidakÂnorÂmalÂan seperti layaknya korban keÂkerasan seksual.
Oktavinda mengatakan, pemeÂriksaan terhadap MAK tak bisa dilakukan hanya sekali. SehaÂrusnya orangtua korban kemÂbali membawa anaknya ke RSCM untuk melakukan pemeÂriksaan. Namun, hal itu tak dilakukan. Orangtua korban justru memÂbaÂwa ke rumah sakit lain.
Hasil visum yang dibuat RuÂmah Sakit Pondok Indah (RSPI) bernomor 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tertanggal 21 April 2014 meÂÂnyebutkan bahwa hasil pemeÂriksaan visual dan perabaan pada anus korban, tidak menunjukkan adanya kelainan.
Meski mirip dengan hasil viÂsum RSCM, pihak kuasa huÂkum tetap mempertanyakan hasil viÂsum yang dibuat RSPI. Pasalnya, tidak ditandatangani dokter yang bertanggung jawab atas laporan itu. Kalau visum RSCM, di berÂkasnya ada nama ahli yang meÂmeriksa (yaitu) Oktavinda. Kalau RSPI, nggak ada,†kata Patra.
Selain itu, dokter RSPI yang meÂlakukan pemeriksaan terhadap korban tidak turut diminta keteÂrangan oleh polisi. Artinya, doÂkÂter itu tidak ikut menjadi saksi di perÂsidangan. Sementara dua dokÂter dari RSCM dan SOS Medika yang juga melakukan pemerikÂsaÂan terhadap korban, turut menjadi saksi di persidangan.
Rencananya, persidangan Rabu pekan depan akan mengÂhaÂdirÂkan dokter RSPI yang mÂeÂlaÂkuÂkan viÂsum terhadap AK.
Polisi Limpahkan 2 Guru JIS Ke KejaksaanHari ini rencananya penyidik Polda Metro Jaya akan melimÂpahÂkan kedua tersangka kasus pelecehan siswa JIS, Neil BentleÂman dan Ferdinant Tjiong ke keÂjaksaan. Keduanya guru di seÂkoÂlah internasional itu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Komisiaris Besar Heru PraÂnoto akan mengantarkan langÂsung pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Selama ini Neil dan Ferdinant menjadi tahaÂnan polisi. Setelah dilimpahkan, keduanya akan menjadi tahanan kejaksaan.
Sebelumnya, pihak Kejati DKI telah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya menjelang pelimpaÂhan ini. Biasanya sehari jelang peÂlimÂpahan tahap kedua ada koordinasi. Kami siap menerima peÂlimpahan tahap kedua, tersangÂka dan barang bukti,†ujar Kepala Seksi PeneraÂngan Hukum dan HuÂmas Kejati DKI jakarta Waluyo.
ÂUntuk diketahui, berkas keÂkerasan siswa JIS dengan terÂsangÂka dua guru dinyatakan lengÂkap (P21) oleh pihak Kejati DKI pada 28 Oktober lalu.
Sudah tiga bulan dua guru JIS itu mendekam di tahanan Polda Metro. Setiap hari keduanya seÂlalu mendapatkan kunjungan dari banyak orang. Selama waktu beÂsuk yakni Senin-Kamis, baik orangtua murid JIS, anak murid, serta karyawan dan keluarga keÂduanya kerap membesuk ke tahaÂnan Polda Metro. Terlebih istri FerÂdinant, Sisca yang setiap SeÂnin-Kamis tidak pernah absen berÂkunjung ke tahanan Polda Metro.
Sepanjang waktu besuk itu, Sisca setia menemani suaminya terÂmasuk menerima kunjuÂngan dari pembesuk lain. Tidak hanya Sisca, setiap Kamis, MagÂda, ibunÂda dari Ferdinant juga seÂlalu mengunÂjungi anaknya tersebut.
Terkadang, demi melepas rindu kedua anaknya dengan Ferdinant, dalam beberapa kali kesempatan mereka dibaÂwa ke tahanan. Saya rutin setiap waktu besuk, dari paÂgi sampai jam besuk habis selalu di tahanan menemani Ferdinant,†kata Sisca saat besuk pekan lalu.
Lalu apa saja yang dilakoni Sisca di dalam tahanan? Ia menÂjawab, di dalam tahanan banyak bercerita dan bercengkerama deÂngan sang suami.
Tidak hanya itu, Sisca juga deÂngan setia menemani Ferdinant meÂnerima kunjungan dari para pembesuk. Karena setiap hari pasÂti ada yang berkunjung,†katanya.
Atas kasus yang membelit sang suami tercinta, Sisca berÂharap kaÂsusnya bisa segera seÂlesai dan seÂgera disidangkan seÂadil-adilnya.
Wali Kelas Dicecar Soal Foto SiswaDalam persidangan sebelumÂnya, Senin (3/11), meÂngÂhaÂdirkan dua guru JIS. Yakni, MurÂphy Neal Von dan Lusiana ChÂrisÂtina Siahaan. Murphy adalah wali kelas MAK, siswa yang diduga jadi korban pelecehan seksual.
Murphy beberapa kali diÂpanggil untuk menjadi saksi di persidangan lima terdakwa peÂtugas kebersihan PT IndoÂnesia Servant Service (ISS). Namun tak datang. Kenapa?
Surat pertama alamatnya tiÂdak jelas sehingga surat ini kemÂbali lagi ke Kantor Pos di FatÂmawati. Surat kedua pun begitu, alamatnya masih kurang jelas,†kata Murphy di PeÂngaÂdilan NeÂgeri (PN) Jakarta Selatan.
Murphy pun menunjukkan kedua surat tersebut. Dalam suÂrat pertama, alamat yang tertuÂlis di amplopnya yakni Jalan TeÂrogong Raya, Cilandak, JaÂkarta Selatan.
Pada surat pemanggilan keÂdua, pihak pengadilan meÂnamÂbahkan keterangan Jakarta InÂternational School, sehingga alaÂmat lengkapnya menjadi berÂtuliskan Jakarta International School, Jalan Terogong Raya CiÂlandak Jakarta Selatan. SeteÂlah mendapat surat panggilan itu, Murphy pun datang ke PN JaÂkarta Selatan untuk memÂbeÂriÂkan kesaksian.
Di persidangan yang berlangÂsung tertutup, Murphy meÂngaÂtakan, tidak ada anak muridnya yang keluar dari kelas tanpa seÂpeÂngetahuannya selama lebih dari lima menit. Keterangan ini disampaikan Patra Mijaya Zein, pengacara terdakwa Agun dan Virgiawan.
Tidak pernah ada anak pergi keluar kelas lebih dari lima meÂnit di luar pantauan guru. Sudah pasÂti guru atau asistennya akan mengecek kalau anak keluar leÂbih dari lima menit,†kata Patra.
Kesaksian wali kelas ini memÂbantah keterangan yang terÂdaÂpat di Berita Acara PemeÂriksaan (BAP) kasus ini. Di BAP salah satu terdakwa diseÂbutkan bahÂwa dia berjalan kaki dari JIS caÂbang Cilandak ke JIS cabang Pondok Indah.
Itu butuh waktu 15 menit, kata gurunya. Itu keÂlaÂmaan,†ujar Patra. Sementara guru akan mencari siswa jika keÂluar dari kelas lebih dari 5 menit.
Patra juga mengungkapkan, di persidangan Murphy ditanya mengenai kondisi MAK, salah satu anak asuhnya di kelas seÂlama Desember 2013 hingga MaÂret 2014. Pelecehan terhadap MAK diduga terjadi pada renÂtang waktu itu.
Saksi meÂnyÂeÂbutÂkan korban melakukan aktivitas seperti hari-hari biasa dan tetap ceria. Tidak ada unsur trauma atau hal-hal aneh pada diri korban ketika berada di sekolah,†katanya.
Murphy lalu dikonfrontir deÂngan sejumlah foto kegiatan yang dilakukan AK di JIS. BeÂberapa foto yang dibenarkan sakÂsi adalah kegiatan MAK yang bermain perosotan di tangÂgal 19 Maret 2014 pukul 10.37 WIB dan wajah ceria MAK keÂtika bermain di kelas dengan siswa lain pada 20 Maret 2014 pukul 10.30 WIB,†tutur Patra. Murphy membenarkan foto terÂsebut sebab dia sendiri yang meÂngambilnya untuk merekam akÂtivitas para anak asuhnya.
Majelis hakim, lanjut Patra, saÂngat antusias untuk mendalÂaÂmi keterangan Murphy terkait foto dan pengambilan foto-foto tersebut di kelas. Murphy meÂneÂgaskan bahwa semua foto mengenai aktivitas korban pada tanggal-tanggal yang diperÂliÂhatÂkan adalah asli dan bisa diuji.
Sangat tidak masuk akal anak usia 6 tahun mengalami soÂdomi 13 kali tidak menunjukkan perubahan. Apalagi bisa berÂmain perosotan dan tetap ceria hanya 2 hari setelah kejadian,†nilai Patra.
Murphy juga menyampaikan, seÂjak Agustus 2013 hingga MaÂret 2014 tidak pernah ada komÂplain dari orang tua MAK soal guru, nanny (pengasuh), sekuriti dan petugas kebersihan. SepeÂngetahuannya, Theresia Pipit, ibu MAK tidak pernah menÂdamÂpingi anaknya di sekolah. Yang mengantar sekolah itu ayahnya dan yang jemput nanny (pengasuh)-nya,†ungkap Patra.
Masih mengutip keterangan Murphy, orangtua boleh menÂdampingi siswa masuk ke sekoÂlah, bahkan hingga ke dalam keÂlas. Jadi tidak ada alasan ibuÂnya tidak bisa mengawasi anakÂnya,†kata Patra.
Sementara saksi kedua, guru Lusiana Christina Siahaan di perÂsidangan menyampaikan bahwa sistem pengawasan di JIS sangat ketat. Setiap aktivitas siswa selalu dilakukan dalam kontrol penuh dari guru. ApaÂlagi banyak orangtua siswa yang ikut menunggu di sekolah.
Guru Lusiana juga menÂjeÂlaskan bahwa setiap peruÂbaÂhan pada siswa akan sangat keÂliÂhatan karena guru sangat deÂkat dengan para siswa. SeÂmenÂtara pada korban tidak ada yang beÂrubah, dia tetap berÂmain ceÂria seÂperti biasa dan terÂlihat buÂgar. Kalau ada hal keÂcil pun kami pasÂti akan tahu,†kutip Patra. ***