Antrean sepeda motor tampak di Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) di Jalan Fatmawati Raya Nomor 4, Jakarta Selatan. Antrean mengular hingga ke badan jalan. Ada belasan kendaraan roda dua yang menunggu untuk dilayani mengisi BBM.
Tempat pengisian yang dituju berada di paling kanan. Mesin disÂpenser-nya memang diperÂunÂtukkan buat kendaraan roda dua. Ada tiga petugas SPBU yang meÂlayani pengendara motor. Dua petugas yang mengenakan seÂraÂgam bertugas menuangkan benÂsin ke tangki motor. Satu lagi menerima pembayaran.
Ada empat selang yang akan mengalirkan bensin ke motor di dispenser ini. Selang sebelah kiri untuk mengisi premium dan perÂtamax. Sedangkan yang sebelah kaÂnan, kedua selang untuk meÂnyaÂlurkan premium. Semua peÂngenÂdara memilih akan tangki moÂtor diisi dengan premium. PreÂmium adalah bensin produk PerÂtamina beroktan 88. Premium termasuk BBM bersubsidi kareÂna harga jualnya di bawah harga pasaran minyak dunia.
Dua dispenser yang melayani pengendara mobil tak kalah siÂbuknya. Setiap baris ada empat hingÂga enam mobil yang antre isi bahan bakar. Di dispenser baris kedua, melayani pembelian preÂmium dan pertamax. SedangÂkan dispenser baris ketiga menyaÂlurkan premium, pertamax dan solar. Seperti sepeda motor, mobil antre dua baris. Di sisi kiri dan kanan dispenser.
Joko Susilo, petugas SPBU meÂnilai, belum ada peningkatan pemÂbelian BBM bersubsidi menÂÂjelang naik harga. “Antrean panÂjang semacam ini sudah biaÂsa,†sebut dia.
Menurut pria berusia 35 tahun itu, sejauh ini penjualan premium di SPBU ini masih normal meski suÂdah sanÂter harga premium akan dinaikÂkan. “Tidak ada lonjakan. Masih normal,†ujar Joko yang mengeÂnaÂkan seragam hitam itu.
Dia menduga, belum terjadi antrean di SPBU karena hingga kini belum jelas kapan pemeÂrinÂtah akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Menurut dia, jika suÂdah ditentukan tanggalnya, biaÂsanya pengendara mulai antre di SPBU sejak empat hari seÂbelÂumÂnya. “Antreannya bisa mengÂular seharian penuh,†kata Joko memÂbandingkan kenaikan harga BBM pada 2013 lalu.
Hingga kemarin, lanjut Joko, belum ada sosialisasi dari PerÂtaÂmina mengenai rencana kenaikan harga. Kalaupun pihak SPBU tak diberi tahu mengenai waktu keÂnaikan harga, ada tanda-tanda yang bisa dilihat. “Biasanya kaÂlau mau naik, pasti ada polisi yang muÂlai berjaga. Tapi sampai hari ini belum ada,†ucapnya.
Sejauh ini, distribusi BBM dari Pertamina rutin dan lancar. “TiÂdak ada kekosongan. Apalagi samÂpai kehabisan stok BBM,†kata Joko.
Antrean pengendara juga terÂlihat di SPBU yang terletak di JaÂlan Hang Lekir, Senayan, Jakarta Selatan. SPBU ini terletak di samÂping kampus Bina Nusantara University. Kendaraan roda dua dan empat antre sampai keluar. Bahkan sampai menutup pintu masuk dan keluar kampus.
SPBU ini memiliki dua baris pengisian BBM. Setiap baris ada dua dispenser. Satu baris untuk mobil, satu untuk motor. Empat mesin penyalur bahan bakar itu tak sebanding dengan jumlah kenÂdaraan yang isi BBM. AkiÂbatnya terjadi antrean panjang.
Andi, seorang pedagang yang bejualan di samping SPBU meÂngatakan, antrean kendaraan henÂdak mengisi BBM itu merupakan pemandang sehari-hari. BiaÂsaÂnya, pada sore hari kendaraan antre panjang. “Petugas keaÂmanÂan di Binus suka pada bingung. Kendaraan mahasiswa maupun staf kampus sulit untuk keluar ataupun masuk. Sebab pintu terÂtutup oleh kendaraan yang ingin mengisi ke SPBU,†kata Andi.
Menurut Andi, lokasi SPBU ini sangat strategis karena terÂletak di kaÂwasan Senayan. Jalur yang meÂlalui padat sepanjang hari. SaÂyangnya, tempat isi baÂhan bakar ini kurang luas. AkiÂbatnya, tak bisa menampung banyak kenÂdaÂraan.
“Ada dua kampus dekat sini lalu jalan ini menuju ke daerah SeÂnaÂyan. Pastilah banyak yang mau mengisi BBM di sini,†ujarnya.
Tidak ada SPBU lain di wiÂlaÂyah itu. SPBU berikutnya ada di daerah Gandaria. Selain jauh, unÂtuk sampai ke sana pengenÂdara dihadang kemacetan parah. “MaÂkanya banyak yang ngisi di siÂni. Bukan karena harga BBM mau naik,†kata Joko.
Kapok Antre Empat Jam, Selalu Isi Full Meski waktu kenaikkan harga BBM belum ditetapkan, bebeÂraÂpa pengendara roda dua berÂjaga-jaga guna menyikapi siÂtuasi itu. Mereka memilih untuk mulai memenuhi tangki kenÂdaÂraannya dengan BBM berÂsubsidi premium.
“Tadi saya ngisi
full tank. BeÂsok-besok kalau isi tangki moÂtor saya mendekati seteÂngah, juga akan saya isi full tank lagi. Buat jaga-jaga seÂbelum naik,†ujar Yudha, salah seorang konÂsumen di SPBU yang terletak di Jalan TB SiÂmatupang, Jakarta Selatan.
Alasan doa melakukan itu kaÂrena ogah mengantre BBM menÂjelang kenaikkan harga nanti. Yudha kapok karena perÂnah antre hingga empat jam cuÂma untuk mengisi penuh tangki moÂtor bebeknya jelang keÂnaikÂan harga 2013 lalu. “Kapok saÂya kalau harus ikut antre kayak gitu lagi. Mending bersiap dari seÂkarang lah. Toh katanya buÂlan ini naiknya,†ujarnya.
Yudha bilang, jelang keÂnaikÂan harga tahun lalu, preÂmium sulit diperoleh. Beberapa SPBU kehabisan stok BBM berÂsubÂsidi. Lantaran BBM langka, masÂyarakat pun beralih ke perÂtamax daripada kendaraannya mogok. “Waktu saya cari bensin sampai ke SPBU yang bukan dari Pertamina, tetap saja sulit dapat. Makanya dari sekarang saya bersiap,†ujarnya.
Ia merasa beban hidupnya akan lebih berat jika harga BBM diÂÂnaikkan. Bekerja sebagai peÂgaÂÂwai swasta, ia menyebut gajiÂnya pas-pasan hanya cukup unÂtuk hidup. “Motor masih nyicil, tingÂÂgalnya masih di kosan. BeÂrat lah kalau BBM naik,†curhatnya.
Yudha berharap, harga BBM subsidi tak dinaikkan. PeÂmeÂrinÂtah bisa mencari alternatif lain sebelum memilih meÂnaikÂkan harÂga BBM. Kenaikan harÂga ini akan berdampak banyak kepada masÂyarakat. Semua harÂga barang pasti ikut terkerek naik.
“Jangankan 2.000 atau 3.000, harÂga BBM naik 1.000 saja, harga-harga barang dan ongkos transÂportasi bakal melonjat tingÂgi. Semakin sulit kehidupan orang kaÂyak saya,†curhat pria yang meÂngeÂnakan jaket klub sepakbola Chelsea ini.
“Buat orang kecil seperti saya beÂrat kalau harus beralih ke perÂtamax. Saya juga biÂngung nanti bagaimana kalau harga preÂmium naik,†imbuhnya.
Rahman, tukang ojek yang mangkal di dekat kampus Binus di Jalan Hang Lekir juga berÂhaÂrap, harga BBM tak naik. KalauÂpun naik, mau tidak mau tidak harus mengenakan tarif baru buat konsumennya. “MasalahÂnya konsumen saya kebanyaÂkan maÂhasiswa. Keuangannya nggak seberapa karena masih diÂkasih orangtua,†ujarnya.
Biasanya untuk jarak dekat, dia mengenakan tarif mulai Rp Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu. “Kalau dari sini Blok M walau dekat taÂpi macet. Saya kenakan Rp 20 riÂbu,†bebernya. Untuk jarak jauh, dia meminta ongkos Rp 50 ribu sekali jalan.
“Kalau BBM naik apa mau maÂhasiswa bayar ongkos Rp 30 ribu dari sini ke Blok M?†kata Rahman.
Ongkos dinaikkan karena peÂngeluarkan Rahman untuk memÂÂbeli bensin juga jadi lebih besar jika harga BBM berÂsubÂsidi naik. Dia mengaku, sehari bisa mengÂhaÂbisÂkan Rp 30 ribu untuk isi bensin. ***