Berita

net

Hukum

Imen Hina Jokowi Buktikan Kelalaian Negara

SABTU, 01 NOVEMBER 2014 | 08:48 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Kasus penghinaan Joko Widodo dan pornografi di media sosial yang menerpa seorang pemuda lulusan SMP yang sehari-hari jadi pembantu di sebuah restoran sebagai penusuk sate, Muhammad Arsyad alias Imen, merupakan sebuah kelalaian negara dalam memberikan pemahaman hukum.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indoesia (PBHI Jakarta), Poltak Agustinus Sinaga.

Menurutnya, ada sebuah sistem dalam negara hukum yang tidak berjalan. Terutama dalam pemberian pemahaman hukum kepada masyarakat dengan perkembangan hukum yang sangat dinamis, khususnya kepada masyarakat miskin dan rentan. Akibatnya adalah kesenjangan pemahaman karena masih mahal dan sulitnyanya akses masyarakat kecil dan miskin terhadap hukum.


"Munculnya kasus MA ini sebenarnya lebih pada ketidakfahaman masyarakat dan warga negara terhadap dinamika hukum khusunya masyarakat kecil dan miskin. Karena realitanya, di negara hukum itu sendiri masih banyak masyarakat yang buta hukum, dan ini adalah sebuah sistem negara yang tidak berjalan," tegas Poltak dalam rilisnya, Sabtu (1/11).

Yang bertanggungjawab atas ketidakpahaman masyarakat terhadap hukum itu harus negara. Karena Indonesia adalah negara hukum, maka negara semestinya wajib hadir untuk memberi pemahaman hukum itu sendiri.

Poltak pun menambahkan, kasus MA yang memiliki kaitan dengan Joko Widodo dan Presiden ke-5, Megawati Soekarnoputri, sebagai korban, menjadi santapan politik dari berbagai pihak. Menurut dia, hadir Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, dalam pusaran kasus ini bukan lagi menjadi hal yang aneh.

"Ada muatan politis, yang seolah-olah dibalut oleh faktor belaskasihan dan kemanusiaan yang membuat kasus ini cepat merebak dan menjadi sorotan banyak pihak. Dalam kasus ini, pendekatan hukum yang berkeadilan menjadi rumit akibat terlalu dipolitisir, terlebih dengan kedatangan tokoh-tokoh politik seperti Fadli Zon yang tiba-tiba hadir dan peduli terhadap tukang tusuk sate." ujarnya.

Poltak pun berharap, kasus ini bisa diselesaikan dengan mengutamakan keadilan. Politisasi harus dihindari. Proses hukum yang diterapkan oleh aparat Kepolisian juga harus lebih manusiawi, tanpa penahanan dan pemenjaraan yang sudah berhari-hari, yang tidak lazim dalam sebuah tahap proses pemeriksaan sebagai terduga. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya