INDONESIA dengan sistem Presidentil, maka Presiden Joko Widodo selain sebagai Kepala Negara juga Kepala Pemerintahan.
Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sedangkan sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari. Sebagai Kepala Pemerintahan, Presiden mengelola lembaga eksekutif supaya mencapai hasil semaksimal mungkin sesuai dengan janji Presiden Joko Widodo saat kampanye lalu.
Meski sekarang Joko Widodo sudah menjadi Presiden RI ke 7. Namun sebagai politisi di tingkat nasional, Jokowi relatif masih sangat baru. Jokowi belum mempunyai pengalaman dan teman seperjuangan politik di tingkat nasional. Di samping itu Jokowi juga sangat terbatas pengetahuan dan jaringannya dengan dunia usaha dan kalangan profesional.
Karena itu tidak heran saat penyusunan kabinet, Jokowi banyak sekali tergantung pada partai pendukung utama PDIP dan partai koalisi lainnya, serta Wakil Presiden Jusuf Kalla dan dunia usaha pendukungnya.
Dalam panggung politik nasional, Jokowi memang sangat dibantu oleh kelompok relawan yang begitu banyak jumlahnya. Konser musik Salam Dua Jari misalnya, dipercaya oleh banyak pihak sangat membantu kemenangan Jokowi dalam pemilihan Presiden lalu.
Dukungan relawan kepada Jokowi bermula saat Jokowi bersilang pendapat dengan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo soal pemanfaatan bekas pabrik es di Solo. Selanjutnya para relawan ini menjadi roh bagi perjuangan Jokowi dalam meraih kemenangan baik dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 dan pemilihan Presiden 2014.
Saat proses seleksi menteri untuk kabinet Presiden Jokowi, beberapa relawan bersama dengan media online masih coba membantu Jokowi dengan melakukan seleksi-seleksi melalui pendapat publik.
Tetapi pada kenyataannya, keterbatasan Jokowi dalam politik nasional membuat dia harus menerima kenyataan bahwa dalam proses susunan kabinet dia harus kalah pada tekanan partai dan dunia usaha yang juga menjadi pendukung utama Jokowi. Itu sebabnya banyak pihak menilai bahwa kabinet Jokowi-JK kurang memenuhi harapan di masyarakat. Karena banyak nama-nama yang sudah disaring beberapa relawan ternyata tidak masuk dalam kabinet Jokowi.
Bukan itu saja, beberapa nama yang sejak awal diketahui berjuang keras untuk Jokowi mulai dari pencalonan sebagai Presiden, saat kampanye, saat debat capres, maupun membangun hubungan baik dengan relawan di seluruh Indonesia ternyata juga tidak mendapatkan tempat dalam kabinet Jokowi.
Dengan kondisi kabinet yang lebih melekat pada kekuatan partai dan pengusaha di belakang Jokowi-JK serta jauh dari akar rumput Jokowi yaitu masyarakat luas, relawan termasuk juga media yang selama ini melakukan kerja bakti mendukung Jokowi. Maka dapat diduga bahwa dalam satu tahun ke depan popularitas Jokowi akan mengalami proses deflasi atau penurunan yang cukup tajam.
Dalam kondisi tersebut pula tidak heran kalau banyak pihak pesimis terhadap keberhasilan kabinet Jokowi dalam memenuhi 9 Agenda Prioritas Jokowi-JK atau lebih dikenal dengan nama Nawa Cita yang pernah disampaikan saat kampanye. Apalagi bola liar di parlemen telah dikuasai oleh Koalisi Merah Putih dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat ditentang oleh rakyat seperti pemilihan kepala daerah oleh DPRD dan wacana pemilihan Presiden dikembalikan oleh MPR.
Dalam kondisi tersebut maka beberapa langkah penting harus dilakukan segera oleh Jokowi. Pertama, membangun mekanisme politik agar partisipasi dan aspirasi rakyat pendukung Jokowi bisa tersalurkan. Dalam kaitan ini, Jokowi perlu memberi tempat yang layak bagi figur-figur yang telah berjuang untuk Jokowi bersama relawan sebagai representasi rakyat akar rumput. Dengan demikian akan tetap terjalin hubungan relawan yang selama ini militan untuk terus menjaga Jokowi dari segala rongrongan yang akan dihadapi.
Misalnya seperti Unit Kerja Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, bisa ditempatkan orang Jokowi yang dekat dengan relawan tanpa mengabaikan kompetensi dan kapasitas. Sehingga kinerja menteri dapat diawasi dengan memberi kesempatan relawan memberikan penilaian terhadap kinerja para menteri Jokowi. Apabila Tiongkok sudah menerapkan penilaian terbuka oleh rakyatnya terhadap pejabat, kenapa sebaga negara demokrasi hal itu kita tidak bisa lakukan juga.
Kedua, Jokowi harus benar-benar mampu mewujudkan program Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat dalam waktu dekat. Juga subsidi langsung kepada rakyat miskin apabila kenaikan BBM memang harus dilakukan. Keberpihakan kepada rakyat oleh para menteri di Kabinet Kerja harus dapat terealisir, seperti reformasi agraria, bantuan modal bagi petani, usaha kecil dan nelayan. Didukung dengan percepatan pembangunan infrastruktur di pedesaan termasuk irigasi, Jokowi harus berani menyatakan bahwa kesemuanya itu adalah bagian dari upaya redistribusi kekayaan negara bagi rakyat kecil.
Melalui kedua langkah tersebut maka Jokowi akan mulai membangun kembali proses koalisi dengan rakyat Indonesia. Seperti yang dilakukan oleh Obama, dengan bantuan media cetak, elektronik dan sosial, bisa saja Jokowi terus membangun komunikasi intensif dan interaktif dengan rakyat banyak.
Untuk kebutuhan itu, Jokowi perlu memiliki tim komunikasi yang kuat dan profesional. Bukan saja yang berada di dalam pemerintahan, melainkan juga di luar pemerintahan. Presiden Obama memiliki relawan "Organizing for Action", sementara PM Najib didukung relawan "1Malaysia". Selain untuk menjangkau masyarakat luas, kedua organisasi relawan tersebut juga membantu permohonan dukungan dan penjelasan terhadap kebijakan pemerintah tertentu.
Apabila sudah terbangun kembali koalisi Jokowi dengan rakyat, baik langsung maupun tidak langsung, maka secara tegas Jokowi bisa melakukan proses penilaian terhadap kinerja para menteri. Sekaligus melakukan pergantian bilamana perlu. Jokowi tidak perlu takut akan terbelenggu dengan kekuatan partai atau pihak lainnya seperti yang terjadi saat penyusunan kabinet lalu.
Sementara rakyat Indonesia membutuhkan menteri-menteri yang berkinerja baik untuk mereka, bukan hanya kerja kerja kerja tapi tanpa kinerja yang sesuai dengan harapan rakyat.
[***]Fritz E. SimandjuntakPenulis adalah Sosiolog, dan tinggal di Jakarta