. Kementerian Kelautan dan Perikanan diharapkan tidak asal-asalan dalam mengembangkan kehidupan nelayan. Salah satu hal yang harus dipikirkan dan dilaksanakan Menteri Kelautan dan Perikanan baru adalah membuat kebijakan pro nelayan kecil dengan tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Itu bentuk konkret keberpihakan pemerintah kepada para nelayan," ujar Ketua DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Siswaryudi Heru (Senin, 27/10).
Kemudian, sambung dia, proses dan konsep pengembangan nelayan tidak boleh dianaktirikan. Sebab, menurutnya, dalam komposisi menteri sekarang bau-bau mengutamakan bisnisnya lebih kentara.
Menurut Wakil Ketua Komisi Tetap Kamar Dagang dan Induestai (Kadin) Indonesia ini, komposisi menteri yang membidangi kemaritiman di kabinet Jokowi-JK belum memiliki pengalaman yang memadai dalam bersentuhan langsung dengan nelayan.
"Sebab, nelayan adalah subyek yang tidak bisa lepas dari kemaritiman. Indonesia dengan luas kemaritiman yang besar ini, kalau hanya mengeksploitasi, ya sebaiknya dipikirkan kembali bagaimana nasib nelayan kecil ke depan. Apakah akan dibuang begitu saja? Kan tidak," papar Siswaryudi.
Selain itu, operasional konsep-konsep kemaritiman yang nantinya juga akan dijalankan kabinet Jokowi-JK itu mesti pro kepada nelayan kecil.
"Jumlah nelayan kita sangat banyak dan besar. Bukan nelayan pengusaha ya, tetapi nelayan kecil. Dan hidup mereka sangat sengsara," ujar dia.
Dia berharap, poros maritime yang dirancang oleh kabinet Jokowi-JK tidak melenceng dari tujuan dan visi misi kedaulatan nelayan Indonesia, dalam konsep Trisakti yang sudah disampaikan.
"Meski tak terlalu optimis, kita akan coba lihat bagaimana kinerja Poros maritime dan menteri kelautan dan perikanan dalam beberpa bulan ke depan. Terutama dalam menyangkut subsidi BBM kepada nelayan yang masih sangat dibutuhkan, serta adanya konsep-konsep strategis yang berpihak kepada nelayan," ujarnya.