Berita

net

Politik

Menko Jokowi Harus Orang yang Benar Mengerti Makro

JUMAT, 24 OKTOBER 2014 | 13:40 WIB | OLEH: GEDE SANDRA

ILMU makro ekonomi lahir pada saat dunia sedang dilanda depresi besar pada dekade ketiga abad 20. Ekonomi dunia pada saat itu menjadi gonjang-ganjing karena paham ekonomi neoklasik (kini dikenal sebagai neoliberal) yang terlalu fokus pada mikro ekonomi menjadi tidak terkendali.

Sebagai antitesa darinya lahir kemudian paham ekonomi Keynesian (diambil dari nama ekonom besar pada masa paska depresi besar John Maynard Keynes), dunia pun mengalami bulan madu dengan ekonomi yang baik selama berpuluh tahun.

Kini, 80 tahunan setelah itu, dunia kembali mengalami sebuah krisis ekonomi yang dinamakan resesi besar. Krisis ini merupakan perulangan dari kebangkitan neoklasik pada 1970an yang sampai menjelang 2008 menjadi tidak terkendali pula. Pada situasi begini, agar selamat dari dampak resesi besar, negara-negara dunia memerlukan seorang ekonom yang mengerti makro ekonomi dengan mumpuni. Tidak terkecuali Indonesia.


Jika Jokowi mengikuti warisan para pendahulunya (SBY, Suharto, Megawati), yang mengangkat ekonom beraliran neoklasik (neoliberal) sebagai nahkoda perekonomian negara, konteksnya tidak tepat. Situasi pendahulunya berdiri pada masa sebelum resesi besar (hanya SBY mengalami dalam separuh pemerintahannya 2008-2014), sedangkan kini Jokowi harus menghadapi sisanya. Tidak ada seorang ekonom pun di dunia yang sanggup meramal kapan resesi ini berakhir.  Karenanya, akan terlalu beresiko bila Jokowi mengangkat ekonom yang kurang paham makroekonomi, bisa-bisa Indonesia akan ikut dalam badai resesi besar.

Oleh sebab itu Jokowi perlu seorang menteri perekonomian yang memahami makro ekonomi, yang namanya sudah diakui dunia. Ada seorang ekonom, di kalangan aktivis dan mahasiswa ia dikenal sebagai ekonom Trisakti yang anti neoliberal, namun di PBB ia diakui sebagai ahli ekonomi yang setara dengan para peraih Nobel Ekonomi. Untuk mencari orang ini Jokowi bisa mengandalkan KPK, BIN, pembisik, hingga Google.

Saya beri petunjuk sedikit saja: ekonom ini mampu menangani krisis di pasar keuangan dengan cerdik, tidak melulu harus melalui bail out/talangan (ingat kasus rush BII tahun 2000). Namun, apa daya, Jokow- lah yang memiliki hak menentukan sepenuhnya. Jangan sampai para pembisik membisikkan nama "very right person", terus nama orang-orang "very right" ini yang dimasukkan jadi menteri. Karena "right" ini bukan berarti benar, tetapi orang-orang beraliran kanan. Yang dalam politik dunia merupakan orang-orang yang beraliran ekonomi neoklasik, konservatif, atau neoliberal. Dalam pengejewantahan di Indonesia, ekonom-politisi ini adalah para Mafia Berkeley (Boediono, Sri Mulyani, Chatib Basri, Darmin Nasution, Sri Adiningsih, Kuntoro Mangkusubroto) dan lainnya.

Dalam kategori "very right" lainnya ini termasuk Sofyan Djalil, yang kabarnya sedang berusaha digadang JK menjadi menko perekonomian juga ke Jokowi. Memang tokoh Aceh ini memiliki track record baik sebagai diplomat (terbukti saat perundingan Helsinki), namun sayang aliran ekonominya adalah juga "very right" plus ia tidak mengerti makroekonomi.

Sebagai orang pasar modal, dan trackrecordnya sebagai mantan menteri BUMN di era SBY-JK 2007-2009, Sofyan Djalil mungkin masih layak didudukkan kembali menjadi menteri BUMN. Namun pasti PDI Perjuangan akan mempertahankan pos tersebut dengan (kemungkinan) menempatkan Rini Sumarno, karena pos ini sangat strategis terutama untuk konsesi politik (berupa jabatan komisaris BUMN) bagi aktivis-aktivis pendukung Jokowi.

Namun, ya kita lihat saja nanti. Que sera sera..

Penulis adalah peneliti pada Lingkar Studi Perjuangan

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya