Berita

Jakarta Internationl school

On The Spot

Dokter Forensik RSCM Beberkan Hasil Visum

Hadir Bersaksi Di Persidangan Kasus Pelecehan Siswa JIS
KAMIS, 23 OKTOBER 2014 | 09:36 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Empat pria dan seorang perempuan digiring satu per satu ke ruang Oemar Seno Adji, ruang sidang utama di tengah kompleks Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pakaian mereka seragam: kemeja putih, bawahan hitam dan rompi merah. Yang pria mengenakan tutup kepala peci maupun kopiah. Sedangkan yang perempuan menutupi kepalanya dengan jilbab.

Virgiawan Amin alias Awan, Agun Iskandar, Zainal Abidin, Syahrial, dan Afrischa, kemarin, kembali menjalani persidangan kasus dugaan pelecehan terhadap siswa JIS. Tiba di ruangan sidang, kelima petugas kebersihan PT Indonesia Servant Service (ISS) itu duduk berdampingan di kursi pesakitan menghadap meja majelis hakim.

Pada saat yang sama, di meja se­belah kiri deretan kursi terd­ak­wa, dua jaksa penuntut umum ma­sih bersiap-siap. Jaksa Ade R ter­lihat merapikan dasi putih to­ganya. Sedangkan rekannya si­buk berbicara via handphone. Di seberang meja jaksa, para kuasa hu­kum terdakwa sudah siap ber­sidang lengkap dengan seragam toga dan dasi putih.

Di persidangan kali ini, para ter­dakwa dikumpulkan untuk men­dengarkan kesaksian ahli. Hakim yang menangani perkara lima ter­dakwa juga disatukan. Yak­ni, Nel­son Sianturi, Achmad Yunus, Han­drik Anik, Usman dan Yanto.

Sama seperti sebelumnya, sete­lah majelis hakim membuka per­sidangan, pengunjung diminta un­tuk meninggalkan ruang si­dang. Pasalnya, sidang be­r­lang­sung tertutup. Namun kali ini “le­bih longgar”. Pengunjung masih bisa melihat suasana dari jendela di samping pintu utama tapi tak bisa mendengar isi persidangan.

Sebelumnya, jendela untuk mengintip ini sempat ditutup tirai ketika persidangan meng­ha­di­ri­kan MAK, siswa JIS yang diduga menjadi korban pelecehan pe­tugas kebersihan ISS, dan AL, temannya yang mengaku melihat ke­jadian itu.

Para ahli yang dihadirkan ke persidangan adalah para dokter Rumah Sakit Cipto Mangun­ku­sumo (RSCM) yang membuat la­poran visum terhadap MAK. Adalah jaksa penuntut umum yang meminta kedua dokter dihadirkan untuk membuktikan dakwaan.

Keterangan dokter spesialis fo­rensik RSCM Oktavinda Safitry cukup mengagetkan. Pemerik­sa­an terhadap kondisi fisik MAK yang dilakukan pada 25 Maret 2014 menunjukkan tidak ada ke­tidaknormalan seperti layaknya kor­ban kekerasan seksual.

Tak ingin salah bicara, usai persidangan, Patra Mijaya Zein, kuasa hukum Awan dan Agun mengutip langsung hasil visum yang ditandatangani Oktavinda.

“Tidak ditemukan luka lecet atau robekan. Lipatan sekitar lu­bang pelepas (anus) sangat baik. Kekuatan otot pelepas baik,” ku­tip Patra. Hasil visum RSCM itu bernomor 182/IV/PKT/03/2014.

Dalam melakukan visum, lan­jut Patra, dokter di RSCM tidak melakukan uji laboratorium. Uji la­boratorium terhadap korban di­lakukan di dua tempat, yakni di Ru­mah Sakit  Pondok Indah dan SOS Medika. Dokter Na­rain Pun­jabi dari SOS Medika su­dah di­hadirkan ke pe­r­si­da­ngan pekan lalu.

Dalam kesaksiannya, Okta­vinda seperti dikutip Patra, me­ngatakan pemeriksaan terhadap MAK tak bisa dilakukan hanya se­kali. Seharusnya orang tua kor­ban kembali membawa anaknya ke RSCM untuk melakukan pe­me­riksaan. Namun tak dilakukan.

Orang tua korban justru mem­bawa ke rumah sakit lain. Hasil visum yang dibuat Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) bernomor 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tertanggal 21 April 2014 me­nye­butkan bahwa hasil pemeriksaan visual dan perabaan pada anus korban, tidak menunjukkan ada­nya kelainan.

Meski mirip dengan hasil vi­sum RSCM, Patra tetap mem­pertanyakan hasil visum yang di­buat RSPI. Pasalnya tidak di­tan­datangani dokter yang be­r­tang­gung jawab atas laporan itu.

“Kalau visum RSCM, di ber­kasnya ada nama ahli yang me­me­riksa (yaitu) Oktavinda. Kalau RSPI, nggak ada,” kata Patra.

Selain itu, dokter RSPI yang me­lakukan pemeriksaan terhadap korban tidak turut diminta kete­ra­ngan oleh polisi. Artinya, dok­ter itu tidak ikut menjadi saksi di per­sidangan. Sementara dua dok­ter dari RSCM dan SOS Medika yang juga melakukan pe­me­rik­saan terhadap korban, turut men­jadi saksi di persidangan.

Lantaran itu, pihak kuasa hu­kum kesulitan untuk menggali ke­terangan mengenai hasil vi­sum yang dibuat RSPI. Ke­jang­galan lainnya, menurut Patra, hasil vi­sum keluar lebih dulu dari pada waktu pengajuan pe­r­mo­honan visum. “Biasanya kan nga­juin dulu baru keluar hasil vi­sum. Ini waktunya, hasil visum dulu baru p­e­ngajuan visum,” kata Patra heran.

Sebelumnya, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang di­buat kepolisian, MAK disebut­kan mengalami pelecehan selama 13 kali selama rentang waktu De­sember 2013 sampai Maret 2014. Dakwaan yang disusun jaksa pe­nuntut umum juga me­nye­but­kan hal yang sama. “Logikanya jika seorang anak 6 tahun menga­lami so­domi seba­nyak 13 kali pas­ti ada bekas luka­nya,” kata Patra.  

Patra berharap majelis hakim dapat mempertimbangan hasil visum maupun keterangan dokter yang telah dihadirkan di persi­dangan. “Kesaksian Dokter Okta­vinda ini akan menentukan nasib dan hidup para petugas ke­ber­si­han ini,” harapnya.

Dokter Hanya Sekali Lakukan Pemeriksaan

Dokter Narain Punjabi dari SOS Medika telah dipanggil se­bagai saksi dalam persidangan se­belumnya. Dalam kesaksiannya, dokter itu tak pernah mem­be­ritahukan kepada Theresia Pipit, ibu korban mengenai hasil pe­meriksaan terhadap anaknya. Ha­sil itu justru disampaikan ke ayah MAK yang berkewarganegaraan Belanda.

Dokter Narain mengatakan bah­wa MAK tidak menderita her­pes berdasarkan hasil pe­me­rik­saan yang dilakukan di SOS Me­dika. Sang dokter juga me­nyam­paikan bahwa MAK mengalami gejala penyakit cacar air, yang mi­rip dengan gejala herpes.  

Sebelumnya, ibu korban ke­pada media menyampaikan bah­wa anaknya menderita herpes. Ini disampaikannya setelah kasus pelecehan seksual di JIS terkuak. Enam kebersihan PT ISS yang bertugas di sekolah internasional kemudian dijadikan tersangka. Polisi menyatakan ada kemiripan bakteri yang ditemukan di tubuh korban dengan tersangka.

Dalam kesaksiannya di pe­nga­dilan, Dokter Narain meminta agar dilakukan pemeriksaan lan­jutan untuk membuktikan bahwa MAK benar mengidap herpes. Na­mun orangtua korban tak me­lakukannya.

Usai persidangan, Dokter Na­rain menolak berkomentar me­ngenai kesaksiannya di pe­r­si­da­ngan. Ia mengatakan sudah mem­berikan keterangan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang di­la­ku­kannya terhadap korban.

“Sudah disampaikan tadi, maaf saya tidak bisa bicara lebih ba­nyak,” kata Narain yang terlihat bergegas meninggalkan Penga­dilan Negeri Jakarta Selatan.

Kuasa hukum orangtua MAK, Andi M Asrun menyatakan masih mencermati kesaksian yang telah disampaikan dokter. “Kita lihat saja nanti perkembangannya. Pro­ses hukum masih panjang,” kata Andi seperti dikutip media online.

Korban Kembali Diminta Bersaksi Via Telekonferensi

Pihak kuasa terdakwa me­min­ta agar MAK dihadirkan lagi di persidangan melalui tele­kon­ferensi. Ada beberapa pe­r­ta­nya­an yang akan diajukan kepada man­tan siswa TK JIS itu.

Sebelumnya, MAK yang di­duga menjadi korban pelecehan petugas kebersihan JIS telah dihadirkan di persidangan. Saat datang ke pengadilan, ident­i­tas­nya disamarkan. Tubuhnya di­balut pakaian Spiderman. Be­gitu juga temannya, AL yang da­tang mengenakan kostum to­koh superhero, Hulk.

Kelelahan, hakim memu­tus­kan persidangan ditunda. Pe­r­si­dangan selanjutnya, MAK mem­berikan kesaksian via te­lekonferensi.

Selain meminta korban ber­saksi lagi, pihak kuasa hukum juga meminta pihak dari JIS di­hadirkan. “Kami juga minta di­hadirkan saksi wali kelas MAK dan Lusiana, asisten guru di JIS,” kata Patra Mijaya Zein, kuasa hukum Awan dan Agun usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Menurut Patra, guru MAK di JIS seharusnya mengetahui pe­ristiwa kekerasan seksual te­r­se­but karena mereka berada di se­kolah bersama murid-muridnya, termasuk MAK.

“Katanya 13 kali disodomi, apa benar? Makanya kami minta dihadirkan. Setelah itu, giliran kami,” kata Patra.

Pada sidang selanjutnya, gi­liran saksi dari pihak te­r­dak­walah yang dihadirkan. “Ahli fo­rensik, psikolog, dan terma­suk ahli hukum pidana,” sebut Patra mengenai saksi yang akan dia bawa.

Kasus pelecehan siswa JIS ini te­lah mendudukkan Agun, Awan, Afrischa, Syahrial, dan Zai­­nal sebagai terdakwa. Me­reka diduga melanggar Pasal 82 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman huku­man penjara maksimal selama 15 ta­hun. ***

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

UPDATE

Muhibah ke Vietnam dan Singapura

Selasa, 08 Oktober 2024 | 05:21

Telkom Investasi Kesehatan Lewat Bantuan Sanitasi Air Bersih

Selasa, 08 Oktober 2024 | 04:35

Produk Olahan Bandeng Mampu Datangkan Omzet Puluhan Juta

Selasa, 08 Oktober 2024 | 04:15

Puluhan Anggota OPM di Intan Jaya Kembali ke NKRI

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:55

70 Hakim PN Surabaya Mulai Lakukan Aksi Mogok

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:30

Gotong Royong TNI dan Rakyat

Selasa, 08 Oktober 2024 | 03:15

Pemerintahan Jokowi Setengah Hati Bahas Kesejahteraan Hakim

Selasa, 08 Oktober 2024 | 02:50

Perkuat Digitalisasi Maritim, TelkomGroup Hadirkan Satelit Merah Putih 2

Selasa, 08 Oktober 2024 | 02:20

Prabowo Harus Naikan Gaji Hakim Demi Integritas dan Profesionalitas

Selasa, 08 Oktober 2024 | 01:55

Tertangkap, Nonton Perayaan HUT ke-79 TNI Sambil Nyopet HP

Selasa, 08 Oktober 2024 | 01:35

Selengkapnya