RMOL. Hambatan akses dan kualitas menjadi masalah besar yang masih dihadapi dunia pendidikan di Indonesia Timur. Kondisi pendidikan ini berbanding terbalik dengan Indonesia bagian barat.
Hal ini dikatakan anggota Komite III DPR RI, Abdurrahman Abu Bakar Bahmid melalui pernyataan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (17/10).
"Pemerintah harus berkonsentrasi memperkecil, bahkan menghilangkan gap - nya,†kata senator asal Gorontalo tersebut.
Bahmid memaparkan, hambatan dimaksud antara lain faktor lokasi tempat tinggal yang jauh dari bangunan sekolah. Masyarakat umumnya bermukim di kawasan hutan, perkebunan/pesisisir, juga ada yang terpencil/terisolir, di daerah terluar dan terdepan. Selain itu juga infrastruktur transportasi di wilayah timur umumnya jelek dan rusak. Sarana transportasi umum juga minim atau bahkan tidak ada sama sekali. Jika ada, ongkosnya tinggi. Kondisi ini diperparah dengan tidak tersedianya guru dan fasilitas pendidikan yang memadai.
"Mengapa hambatan-hambatan ini bisa muncul? Jawabannya adalah karena selama ini Pemerintah berpikir dan bertindak secara sektoral," terangnya.
Pendidikan dianggap sebatas urusan membangun sekolah, menyediakan guru, buku, dan sejenisnya. Penyediaan jalan dan sarana transportasi dianggap tidak ada hubungannya dengan pendidikan. Kementerian Pekerjaan Umum, Perhubungan, ESDM, dan lain-lain terkesan tak punya tanggung jawab terhadap pendidikan.
Untuk itulah, Komite III DPD RI, jelas Bahmid, mendorong pemerintah, khususnya kementerian-kementerian terkait untuk bekerja sama dan bersinergi dalam rangka menciptakan pendidikan yang merata di seluruh Indonesia, tidak hanya terpusat di Pulau Jawa. Hal ini agar kesenjangan pendidikan di Indonesia tidak terjadi lagi.
"Tugas negara sesuai konstitusi adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Menjadi kewajiban negara untuk memberikan layanan pendidikan terbaik bagi masyarakat Indonesia dimanapun mereka berada," tutupnya.
[wid]