Nelayan adalah salah satu subjek yang paling inti dalam pengembangan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Jika nelayan yang sehari-hari bergelut dengan laut dan kemaritiman tidak mendapat tempat dalam pengelolaan kemaritiman, maka Indonesia tidak ubahnya seperti yang sudah-sudah.
Demikian Ketua DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Siswaryudi Heru di Jakarta (Kamis, 16/10), mengomentari konsep Indonesia sebagai poros maritim dunia yang akan dilaksanakan oleh Presiden terpilih Joko Widodo. Dia menilai konsep indonesia sebagai poros maritim dunia yang akan dilaksanakan Jokowi dianggap belum menyentuh persoalan nelayan sebagai subjek utama kemaritiman.
"Selama ini, nelayan hanya dijadikan objek pelengkap saja, tidak pernah dilibatkan langsung dan dianggap hanya orang-orang bodoh yang hanya mengikuti kemauan para penguasa. Saya kira, sudah saatnya juga nelayan-nelayan kecil kita berpartisipasi aktif dan menjadi subjek dalam pengembangan kelautan, perikanan dalam konsep kemaritiman yang akan dilakukan Jokowi,"
Jika selama ini nelayan yang tersebar di hampir seluruh pesisir Nusantara dan pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Papua hanya dianggap mengikuti kemauan pemerintah pusat, tanpa bertanya dan melibatkan mereka secara langsung, lanjut Siswaryudi, maka semua program kelautan dan perikanan pun tidak tepat sasaran.
Jika selama ini nelayan yang tersebar di hampir seluruh pesisir Nusantara dan pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Papua hanya dianggap mengikuti kemauan pemerintah pusat, tanpa bertanya dan melibatkan mereka secara langsung, lanjut Siswaryudi, maka semua program kelautan dan perikanan pun tidak tepat sasaran.
Dia menyebut, untuk pendataan nelayan tradisional Indonesia pun belum pernah dilakukan secara ril. Bahkan, negeri Jepang yang malah memiliki data mengenai jumlah nelayan Indonesia.
"Jumlahnya mencapai 37 juta nelayan, dengan 21 juta diantaranya adalah nelayan tradisional. Itu sensus orang Jepang, kalau sensus orang Indonesia malah disebut hanya berkisar 2 sampai 3 juta saja jumlah nelayan Indonesia, kan ini sudah tidak tepat," ujar dia.
Dengan melihat wilayah laut dan potensi kemaritiman Indonesia yang sangat besar, termasuk jumlah nelayan Indonesia yang begitu banyaknya, menurut Siswaryudi, tidak ada alasan untuk tidak melibatkan nelayan secara langsung dalam pengelolaan kemaritiman Indonesia yang telah dirancang oleh Jokowi-JK.
Tidak muluk-muluk, dikatakan Siswaryudi, nelayan Indonesia hanya membutuhkan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) untuk dipergunakan melaut.
"Nelayan tidak menyusahkan pemerintah, tidak juga perlu menghabiskan anggaran negara. Nelayan bergerak sendiri, menangkap ikan sendiri, menjualnya sendiri, membayar hutang-hutang sendiri, menjaga laut sendiri, menderita sendiri, ya begitu selama ini. Akan matilah nelayan kita bila bahan bakar minyak pun dipersulit dengan mencabut subsidi dan atau menaikkan harga BBM,†ujar Siswaryudi seraya menegaskan bahwa sebanyak 60 persen kebutuhan nelayan Indonesia adalah untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar dalam aktivitas kehidupannya sehari-hari.