Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Desak Ketut Yuni Ariyanti yang berprofesi sebagai hakim.
Jurubicara KPK, Johan Budi SP mengatakan, pencegahan dilakukan bertalian dengan penyidikan kasus dugaan suap perkara pemalsuan dokumen di wilayah Lombok. Dalam kasus itu KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Pantai Aan Bambang Wiratmadji Soeharto sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus suap kepada Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat Subri.
"Ada permintaan cegah ke luar negeri kepada imigrasi terkait kasus suap Praya dengan tersangka BWS (Bambang Wiratmadji Soeharto) atas nama Desak Ketut Yuni Ariyanti. Yang bersangkutan adalah hakim," kata Johan Budi di Kantor KPK Jakarta, Kamis (2/10).
Larangan bepergian ke luar negeri terhadap Desak, lanjut Johan, berlaku sejak tanggal 29 September 2014. Adapun pencegahan itu berlaku untuk enam bulan ke depan. Sementara tujuan pencegahan, agar ketika diperlukan keterangannya, yang bersangkutan sedang tidak berada di luar negeri.
Bambang disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ia diduga turut serta memberikan suap kepada Subri bersama-sama dengan Lusita Ani Razak sebesar USD 16.400 dan Rp 23 juta.
Sebelum ditetapkan jadi tersangka, Bambang sempat bolak-balik diperiksa oleh KPK. Ia pernah melaporkan Sugiharta alias Along dengan tuduhan mengambil lahan wisata milik PT Pantai Aan di Selong Belanak, Praya Barat, Lombok Tengah.
PT Pantai Aan dikabarkan akan membangun hotel di Praya. Lahan yang berlokasi di Selong Belanak, Praya Barat Lombok Tengah yang akan digunakan itu disebut-sebut milik Along. Lusita merupakan anak buah Bambang di PT Pantai Aan.
[zul]