Eks Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan dan Dermaga Bebas Sabang (BPKS) Ramadhani Ismy membeberkan praktik-praktik kotor yang dilakukan oleh PT. Nindya Karya terkait proyek pembangunan Dermaga Sabang.
Selain memberikan 'uang pelicin', perusahaan plat merah itu juga melakukan pengalihan pekerjaan utama kepada pihak lain (sub-kontrak). Mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan dan Dermaga Bebas Sabang (BPKS), Ramadhani Ismy yang mengungkapkan hal itu.
Saat pengerjaan proyek berlangsung, Ismy menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dia baru tahu ada pengalihan pekerjaan saat Badan Pemeriksa Keuangan melakukan investigasi ihwal proyek Dermaga Sabang. Dia lalu menghubungi pimpinan proyek sekaligus karyawan PT Nindya Karya cabang Sumut dan Aceh, Sabir Said untuk mengkonfirmasi hal tersebut.
"Saya tahunya pas investigasi tanya. Setiap saya tanya Pak Sabir, Pak Sabir bilang, 'Ini bukan subkon bang. Ini sewa alat," ucap Ismy saat bersaksi‎ dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Kepala Perwakilan Aceh-Sumatera Utara PT Nindya Karya, Heru Sulaksono, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (2/10).
Pengakuan Ismy berbeda dengan keterangannya yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nya yang dibacakan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Di BAP itu, Ismy bilang mengetahui hal itu sebelum proyek selesai. Tepatnya, di akhir 2010.
Menurut uraian jaksa dalam berkas dakwaan Heru, proses pengerjaan proyek pun banyak mengalami penyimpangan. Antara lain menaikkan harga bahan baku dan jasa, konsultasi pembuatan Detailing Engineering Design, spesifikasi konstruksi dan barang tidak sesuai kontrak, sampai mengoper pekerjaan utama kepada pihak lain. Alhasil, negara disebut merugi Rp 313 miliar dalam proyek itu.
‎
Walau begitu, Ismy mengaku tidak melakukan tindakan apapun. "Tidak ada saya buat teguran. Enggak pernah saya buat karena enggak tahu sebelumnya," demikian Ismy.
[wid]