Sidang kasus pelecehan siswa Jakarta International School (JIS) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, sudah berjam-jam molor. Sedianya sidang dijadwalkan pukul 9 pagi. Hingga menjelang siang hari belum juga dimulai.
Para terdakwa sudah siap menghadiri sidang yang masih mengagendakan mendengarkan keterangan saksi-saksi. Demikian pula dengan kuasa hukum yang akan mendampingi mereka.
“Kami belum tahu ada berapa saksi. Itu kan dari jaksa. Kami juga menunggu,†kata Mada MarÂdanus, kuasa hukum terdakwa Agun Iskandar dan Virgiawan Amin di PN Jaksel.
Pihak pengadilan mengaku siÂdang kali ini bakal molor. “Kami kan menunggu kesiapan semuaÂnya dulu. Kalau salah satu pihak belum siap, ya terÂpaksa
molor jadÂwalnya,†kata Kepala Humas PN Jaksel Ahmad Dimyati. Ia beÂlum mengetahui berapa saksi yang akan ditampilkan jaksa peÂnuntut umum.
Lewat tengah hari, sidang pun dimulai. Sama seperti sebelumÂnya, sidang berlangsung tertutup. Sebelum sidang dimulai, Jaksa Penuntut Umum Sandhy Andhika mengungkapkan akan mengÂhaÂdirÂkan tiga saksi dalam perÂsiÂdangan kali ini. “Termasuk nenek AK,†ujarnya. AK adalah salah satu siswa JIS yang menjadi korÂban pelecehan.
Setelah hakim membuka siÂdang, rombongan orang terlihat meÂnuju ruang sidang utama yang terletak di lantai dasar peÂngaÂdiÂlan. Dua di antaranya bule. SeÂorang pria bule berperawakan tingÂÂgi mengenakan kemeja yang ditutup jas menuju ruang sidang dari pinÂtu samping. Ia adalah ayah AK.
Ia bersama perempuan bule yang lebih pendek. Perempuan itu terlihat sudah berumur. PeÂnampilannya juga rapi dan resmi: mengenakan blazer, rok dan seÂpatu hak hitam.
Perempuan itu adalah Maria Josephine, nenek AK. Perempuan yang tinggal di Belanda itu salah satu saksi yang dihadirkan jaksa di persidangan kemarin. Ibu AK, Theresia Pipit Widowati lebih dulu memasuki ruang sidang.
Pipit dan Dewi, ibu dua siswa JIS yang diduga menjadi korban pelecehan telah lebih dulu memÂberikan kesaksiannya dalam perÂsiÂdangan pekan lalu.
Seperti sidang sebelumnya, piÂhak keluarga korban dikawal peÂtugas dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terÂmaÂsuk Maria yang akan memÂberÂiÂkan kesaksiannya.
Selain Maria, jaksa mengÂhaÂdirÂkan David, Manajer Operasional JIS dan Supervisor PT Indonesia SerÂvant Service (ISS), Hasan Basri.
PT ISS adalah perusahaan yang menyediakan petugas kebersihan di JIS. Lima petugas kebersihan yang ditempatkan perusahaan itu di JIS kini duduk jadi pesakitan dalam persidangan yang digelar kemarin.
Mereka menjadi terdakwa laÂsus pelecehan terhadap siswa seÂkoÂlah itu. Polisi menetapkan enam tersangka petugas keberÂsihan ISS dalam kasus pelecehan ini. Namun hanya lima yang diÂgiring ke pengadilan. Pasalnya, Azwar telah meninggal di dalam tahanan saat kasus ini disidik.
Usai sidang, ketika saksi yang dihadirkan di persidangan meÂmiÂlih langsung meninggalkan peÂngaÂdilan. Mereka tak mau berÂkomentar kepada awak media.
Apa saja kesaksian mereka di persidangan? Saut Irianto RajaÂgukguk, tim kuasa hukum para terdakwa bersedia meÂngungÂkapÂkannya. Kata dia, dalam sidang lanjutan ini terkuak sejumlah fakÂta baru. Di persidangan, saksi DaÂvid menyampaikan beberapa hal yang mengejutkan.
“Kata David, dia melihat peÂmeÂriksaan terdakwa sebagai sakÂsi. Mereka (terdakwa) sudah diÂpukuli, lebam,†kata Saud sambil mengutip kesaksian David di persidangan.
David mengaku melihat wajah Zainal Abidin dan Syahrial yang mengalami luka lebam dan meÂngeluarkan darah pada 26 April 2014 sebelum jumpa pers pada hari yang sama.
“Kesaksian David hari ini seÂmakin membuktikan bahwa tinÂdak kekerasan dan penyiksaan keÂpada terdakwa oleh penyidik memang terjadi dan terbukti. AkiÂbÂat kondisi terdakwa yang penuh luka itulah saat
press conÂferenÂce pada 26 April lalu wajah para terdakwa ditutup dengan karton,†beber Saut.
David, lanjut Saut, pernah diÂpanggil ke Polda Metro Jaya unÂtuk menjadi saksi. Malam hari usai memenuhi panggilan polisi, dia diberitahu lewat telepon bahÂwa Agun dan Afrischa akan dikembalikan ke rumahnya kaÂrena dianggap tidak terbukti. BeÂlakangan, mereka jadi tersangka dan tetap ditahan.
Dalam persidangan sebeÂlumÂnya, para terdakwa kecuali AfÂrischa mengungkapkan meÂngaÂlami penyiksaan agar membuat pengakuan di Berita Acara PerÂsiÂdangan (BAP). Mereka pun meÂmutuskan mencabut ketÂeÂraÂngan di dalam BAP itu.
Anggota tim kuasa hukum lainÂnya, Patra Mijaya Zein meminta agar dibentuk tim investigasi untuk membuat terang benderang kasus ini. Ia sempat meÂnÂdamÂpiÂngi keluarga para terdakwa meÂngadu ke Komnas HAM.
Apalagi, lanjut dia, Azwar yang ditetapkan sebagai terÂsangÂka dalam kasus ini meningÂgal di tahanan. Azwar, disÂebutÂkan meÂninggal bunuh diri deÂngan meÂnenggak cairan pemÂbersih lantai di toilet. Namun terÂhadap jeÂnaÂzahÂnya tidak diÂlaÂkukan otopsi.
Dokter Tak Beri Tahu Hasil Pemeriksaan Kepada Ibu KorbanDalam persidangan sebeÂlumÂnya, Senin lalu, menghaÂdirÂkan saksi dari dokter speÂsialis anak di Klinik SOS MeÂdika Cipete yang memeriksa siswa JIS yang diÂÂduga menjadi korban peleÂceÂhan. Kesaksiannya mengejutkan.
Dokter Narain Punjabi meÂngaku tidak pernah menyamÂpaiÂkan kepada ibu korban baÂhÂwa anaknya menderita penyakit menular seksual (PMS). Hal tersebut disampaikan kuasa huÂkum terdakwa Virgiawan dan Agun Iskandar, Patra Mijaya Zen, usai persidangan yang berÂlangsung tertutup.
“Saksi dengan tegas meÂnyamÂpaikan di depan majelis tidÂak pernah memberitahu si ibu anaknya mengidap penyakit menular seksual,†katanya.
Ditambah lagi, kata Patra, hasil pemeriksaan medis dari dokter Narain disampaikannya kepada ayah korban. “Bukan keÂpada ibu korban,†kata dia.
Dalam konferensi pers, korÂban meÂnyamÂpaikan anaknya menderita PMS. “Artinya pada waktu konÂferensi pers itu, si ibu nambah-nambahin dan waktu itu maÂsyarakat percaya,†kata Patra. Namun keterangan dokÂter terÂnyata berbeda.
Selain itu, Patra mengatakan, dalam persidangan pun dokter Narain menyatakan, orangtua korban tak pernah memeÂrikÂsaÂkan kembali korban ke dokter. Padahal, bisa jadi ada kesalahan diagnosa terhadap si korban.
“Karena terkait antibodi terÂhaÂdap herpes bisa saja palsu. SaÂksi menerangkan bahwa bisa saja antibodi terhadap herpes itu timbul karena si anak men–derita cacar air,†kata dia.
Untuk diketahui, antibodi yang keluar saat anak menderita herpes atau cacar air adalah sa–ma, yaitu HSV-2 IgM. KaÂreÂnaÂnya, dokter menyarankan agar dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Saat akan dikonfirmasikan, dokter Narain tak bersedia berÂkoÂÂÂmentar banyak. Dia hanya meÂngatakan bahwa di perÂsiÂdaÂngan dia sudah meÂnyamÂpaiÂkan hasil pemeriksaan medis terÂhadap AK pada tanggal 26 MaÂret 2014. “Iya, saya sampaikan haÂsil pemeriksaan,†kata dia.
Dengan keterangan saksi terÂsebut, Patra meragukan korban menjadi korban pelecehan. Ia menyebutkan, berdasarkan hasil visum Rumah Sakit Cipto MaÂngÂunkusumo (RSCM) Nomor 183/IV/PKT/03/2014 tertanggal 25 Maret 2014, sama sekali tiÂdak ditemukan luka lecet atau robekan pada lubang pelepas (anus) korban. Hasil visum juga menyebutkan lipatan sekitar luÂbang pelepas tampak baik dan keÂkuatan otot pelepas baik.
Tak hanya itu, hasil visum RuÂmah Sakit Pondok Indah (RSPI) Nomor 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tanggal 21 April 2014 meÂnyebutkan, pemeriksaan visual dan perabaan pada anus MAK tidak ada kelainan. “Biar nanti majelis hakim yang menilaiÂnya,†kata Patra.
Untuk diketahui, enam peÂtugas kebersihan PT ISS --yang ditemÂpatkan JIS-- menjadi terÂsangka kasus pelecehan teÂrÂhaÂdap siswa sekolah internasional itu. Mereka yakni Agun IskanÂdar, Virgiawan Amin, Syahrial, Zainal Abidin, Afrischa Setyani dan Azwar. Nama terakhir meÂninggal di daÂlam tahanan keÂpoÂliÂsian ketika kaÂsus ini disidik. ***